Sabtu, 11 Februari 2012

Penurunan BI Rate I Deposan Kakap Terus Dimanjakan Bunga Tinggi Nikmati Bunga Obligasi Rekap, Bank Abaikan Kredit

Nikmati Bunga Obligasi Rekap, Bank Abaikan Kredit
id.ibtimes.com
Bank memilih mempertahankan obligasi rekap karena keuntungannya besar
JAKARTA - Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI Rate tidak serta-merta bakal diikuti dengan penurunan suku bunga pinjaman perbankan. Pasalnya, sejumlah bank besar telanjur nyaman menikmati keuntungan dari pendapatan kupon obligasi rekapitalisasi eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atau obligasi rekap yang diberikan pemerintah sekitar 13,175-14,275 persen per tahun.


Oleh karena itu, bank yang menghimpun dana masyarakat tersebut enggan menjalankan fungsi utama sebagai penyalur kredit untuk menggerakkan sektor riil. Mereka lebih menikmati subsidi bunga dari APBN dari instrumen yang bebas risiko ketimbang mengucurkan kredit ke masyarakat yang dianggap lebih berisiko.


"Dibandingkan dengan BI Rate, kupon obligasi rekap yang diberikan pemerintah sangat tinggi. Makanya bank memilih mempertahankan obligasi ini karena keuntungannya besar daripada menyalurkan kredit dengan bunga menyesuaikan BI Rate," kata ekonom dari Indef, Enny Sri Hartati, di Jakarta, Jumat (10/2).


Seperti diketahui, obligasi rekap adalah warisan lama ketika BI menyuntikkan dana lewat BLBI untuk menalangi perbankan saat menghadapi krisis pada 1998. Sejumlah bank besar kemudian diselamatkan melalui surat utang itu dengan tenor hingga 20 tahun tanpa ada pasar yang berminat.


Sejak 2003, bank pemilik obligasi rekap menikmati keuntungan hanya dari penghasilan bunga obligasi negara. Pada tahun itu, APBN harus membayar bunga sekitar 31,55 triliun rupiah terhadap sisa obligasi rekap yang masih dipegang perbankan, sekitar 319,33 triliun rupiah.


Tanpa bunga obligasi negara itu, Bank Mandiri, Bank Central Asia, BNI, BRI, BTN, Bank Lippo, dan Bank Danamon, pada semester I-2003 saja langsung merugi. Dengan demikian, keuntungan yang dibukukan saat itu dinilai semu. Hal itu berarti bank-bank besar itu disubsidi oleh rakyat pembayar pajak lewat APBN. Hingga tahun lalu, Bank Mandiri yang memiliki obligasi rekap 77 triliun rupiah masih menikmati pendapatan kupon cukup signifikan, begitu juga BRI yang memegang obligasi rekapitalisasi 13,6 triliun rupiah dari total obligasi pemerintah yang dimilikinya sebesar 20 triliun rupiah.


Masyarakat harus membayar bunga obligasi rekap hingga jatuh tempo pada 2033 yang nilai akumulatifnya bisa mencapai sekitar 450 triliun rupiah. Pada 2000, APBN mengalokasikan 38 triliun rupiah untuk membayar bunga obligasi rekap. Tahun 2008, dianggarkan lebih besar lagi, tidak kurang dari 60 triliun rupiah.


Kredibilitas Hilang
Menanggapi keengganan perbankan menurunkan bunga kredit, Enny menilai saat ini bank sentral kehilangan kredibilitas di hadapan perbankan. Bahkan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tidak bersedia menurunkan suku bunga penjaminan. "Kalau dulu masih signifikan. Ketika BI Rate turun, suku bunga kredit juga turun. Tapi saat ini, tidak ada bank yang menurunkan suku bunga kreditnya," jelas dia.


Karena itu, dia menyarankan pemerintah dan BI berkoordinasi dengan baik agar tidak menimbulkan kekisruhan di pasar. "Kebijakan itu sebenarnya harus berkaitan dengan keefektifan dari kebijakan moneter dan dukungan kebijakan fiskal. Kalau sekarang, BI Rate ini referensinya dari inflasi, sementara inflasi itu tidak saja karena demand, tetapi juga didorong oleh sisi supply," jelas Enny.


Sementara itu, Gubernur BI Darmin Nasution menjelaskan penurunan BI Rate bukan satu-satunya faktor yang bisa menurunkan lending rate atau bunga pinjaman. "Itu hanya satu faktor. Kita juga akan melakukan pembahasan rencana bisnis bank," kata dia.


Selain membahas rencana bisnis bank, saat ini BI tengah melakukan pembicaraan terkait penurunan suku bunga kredit dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Keuangan. Sebelumnya, Darmin juga mengakui bank yang menyimpan obligasi rekapitalisasi cenderung malas menyalurkan kredit karena terbuai dengan keuntungan kupon yang diberikan pemerintah.


Padahal, obligasi rekap itu membebani mereka, terutama bank-bank BUMN. Mereka menjadi kurang kompetitif dibandingkan bank yang tanpa obligasi rekap cukup besar di dalam neracanya. Menurut peneliti ekonomi LIPI, Latif Adam, perbankan akan berhitung lebih jauh jika harus menurunkan suku bunga kredit, yang sekaligus diikuti dengan penurunan bunga deposito. "Pasalnya, nasabah kakap akan mencari alternatif lain yang menguntungkan jika bank menurunkan suku bunga deposito. Hal ini yang dikhawatirkan oleh bank," jelas dia. fan/lex/yok/WP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar