Senin, 04 Oktober 2010

Nilai Rapor SBY 5

Presiden SBY
Kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)–Boediono ternyata  masih jauh dari harapan rakyat. Rapor merah layak diberikan kepada pemerintah ini. Jika diberi angka maka nilai rapor SBY tidak lebih dari 5.

Naskah: Alex Marten Jeramun

20 Oktober 2010 pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II genap berusia setahun.  Namun jelang setahun terpilihnya sebagai pasangan presiden dan wakil presiden Oktober 2009, tingkat kepuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan SBY-Boediono menurun.   
Survei Indo Barometer yang dirilis  beberapa waktu lalu menyebutkan penyebab menurunnya kepercayaan terjadap SBY nya karena harga sembako yang naik dan menjadi mahal.  Penurunan tingkat kepuasan mencapai indeks 50,9 persen, sedikit lebih tinggi daripada penurunan tingkat kepuasan masyarakat terhadap SBY dalam periode lalu yang sempat terhempas karena kenaikan harga BBM hingga indeks 36,5 persen.
Sebenarnya, pascapemilu 2009, Indo Barometer mencatat tingkat kepuasan masyarakat terhadap SBY-Boediono naik ke angka 90,4 persen. Namun terus turun sejak awal 2010. Kepuasan tertinggi masyarakat terhadap SBY adalah di bidang keamanan, sementara masyarakat tidak puas dengan kinerja SBY dalam bidang ekonomi.
Berdasarkan survei terbaru ini pula, Indo Barometer mencatat masyarakat atau sekitar 50,9 persen responden cenderung puas dengan kinerja SBY sebagai Presiden. Namun, mayoritas publik atau sekitar 61,5 persen responden justru tidak puas terhadap kinerja dan performa Boediono sebagai wakil presiden. "Buat SBY ini lampu kuning, tapi buat Boediono sepertinya sudah lampu merah," tandasnya.
Di antara banyak kemajuan yang dicapai, publik masih menagih janji untuk menciptakan perubahan, terutama di bidang ekonomi dan penegakan hukum. Kemiskinan dan pengangguran masih membayangi perjalanan pemerintahan SBY ke depan.
Dampak kenaikan harga BBM  dan TDL memang luar biasa. Sampai sekarang, puluhan juta orang hidup terseok-seok dalam kemiskinan. Departemen Sosial  dan  Badan Pusat Statistik (BPS) mencarat, sampai Maret 2010, jumlah penduduk miskin saat ini menjadi 31,5 juta jiwa dari total penduduk Indonesia atau  menurun sebanyak 2,4 persen. Meski data versi BPS ini masih diperdebatan. Karena realitasnya, jumlah penduduk miskin bisa jadi lebih tinggi dari angka BPS.
Dalam kondisi seperti ini, Presiden Susilo menghembuskan “angin sorga” di depan DPR, menjanjikan pengentasan kemiskinan dan pengangguran dengan membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk memberi masyarakat sumber penghasilan. Namun janji ini masih ditunggu-tunggu. SBY mengundang polemik yang berkepanjangan memaparkan angka kemiskinan dan pengangguran yang diragukan akurasinya.
Di mata para aktivis,  setahun umur pemerintahan SBY-Boediono, adalah sebuah duet kegagalan. Konsekwensi pemerintahan yang gagal adalah harus turun dan diganti. "Lima tahun kepemimpinan SBY dan setahun pemerintahan SBY-Boediono kondisi Indonesia makin terpuruk, tidak ada peningkatan kualitas kehidupan di segala aspek kehidupan," ujar salah satu aktivis yang juga salah juru bicara kelompok pergerakan Petisi 28, Masinton Pasaribu.
Tingkat  kesejahteraan rakyat katanya mengalami penurunan, disana-sini. Rakyat merasakan kesulitan hidup, lapangan kerja yang terbatas, harga-harga yang melambung tinggi, kebebasan beribadah yang dipersulit, kedaulatan negara yang merosot, dan lain-lain. Ketidakmampuan SBY-Boediono dalam mengelola dan memimpin pemerintahan adalah sumber utama segala permaslahan yang mendera negara dan bangsa Indonesia saat ini.
Baginya, tak ada dasar argumentasi untuk mempertahankan pemerintahan SBY-Boediono yang sudah gagal ini selain bersatu padu turun ke jalan kepung istana negara dan menggantikannya dengann membentuk pemerintahan yang pro kedaulatan nasional dan pro rakyat. "Pada tanggal 20 Oktober hingga 28 Oktober  nanti, adalah momentum perlawanan setahun pemerintahan SBY-boediono, dan sumpah pemuda. Mulai bulan Oktober 2010 ini kami kelompok gerakan akan terus menggalang perlawanan berbagai elemen rakyat hingga SBY-Boediono mundur dan meletakkan jabatannya," tandasnya.
Kritik pedas soal performance juga datang dari Masyarakat Sipil Anti Korupsi (Kompak).
Kompak  menilai janji SBY hingga saat ini masih belum terwujud.  Sejumlah persoalan besar belum diatasi dengan baik. Misalnya, masalah kesejahteraan, pemberantasan korupsi hingga persoalan administrasi negara. Korupsi (Kompak) menganggap SBY layak diberi rapor merah karena tak melihat perubahan signifikan dalam pemerintahannya. “Banyak janji kampanye SBY yang belum terwujud.  Publik terbuia oleh janji manis SBY. SBY cuman bisanya omdo (omong doang-red),” kritik Koordinator Kompak Fadjroel Rachman.


Faktor Peragu
Penilaian yang sama juga disampaikan pengamat politik FISIP UI, Prof Dr M Budiyatna. Menurutnya, selama setahun pemerintahan SBY-Boediono tidak menghasilkan sesuatu yang berarti bagi bangsa Indonesia. Ini terlihat dari sikap Malaysia yang melecehkan Indonesia, sementara pemerintah seperti tidak bersikap sebagaimana harapan masyarakat. “Dilihat dari segi politik, selama 1 tahun pemerintahan SBY tidak menghasilkan hal-hal yang signifikan. Pokok persoalannya, ketidaktegasan dan ketidakberanian SBY. Jadi, persoalan leadership,” ujarnya.
Demikian juga dari bidang perekonomian. Harus diakui, dalam bidang ekonomi memang ada sedikit perbaikan. Terdapat pertumbuhan ekonomi makro meskipun jumlahnya tidak terlalu besar tetapi merupakan suatu kemajuan yang cukup berarti. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat dijadikan tolok ukur bahwa perekonomian Indonesia sudah baik karena pendapatan per kapita masyarakat masih rendah dan tingkat pengangguran serta harga sembako masih tinggi. Artinya perbaikan itu tidak menyentuh langsung dengan kesejahteraan rakyat.
Saat ini angka-angka kemiskinan masih berpatok kepada data-data saja, tetapi pada kenyataannya banyak hal-hal yang tidak tersentuh seperti program-program pemerintah hingga saat ini tidak menghasilkan apa-apa tetapi semakin menyulitkan rakyat, seperti kenaikan harga sembako dan Tarif Dasar Listrik (TDL).
Dari segi hukum, juga sama saja. Berkali-kali SBY mengatakan bahwa supremasi hukum harus ditegakkan. Akan tetapi kenyataannya hingga saat ini kasus Century masih terkatung-katung. Belum lagi kebijakan kontroversial remisi para koruptor yang juga menguntungkan besan SBY, Aulia Pohan.  “Belum terlihat adanya kemajuan yang signifikan selama pemerintahan SBY periode 2009-2014, justru semakin mengalami kemunduran. Hal ini terlihat dengan kurangnya ketegasan dalam penanganan kasus korupsi,” ujarnya.
Dengan demikian, Budiyatna memberi nilai 5 bagi rapor SBY. “Jadi, baik bidang politik, ekonomi, keamanan, hukum dll semuanya 5-lah. Saya kira, nilai itu cocok dengan kinerja SBY saat ini,” ujarnya Sabtu (02/10).
Sejak awal pemerintahan, SBY punya pekerjaan rumah sangat banyak yang harus segera dibereskan. Salah satunya adalah soal pemberantasan korupsi yang jadi jualan SBY selama masa kampanye Pilpres 2009 lalu. “Kalau dari sisi korupsi, sampai hari ini SBY belum juga membuat UU pembuktian terbalik. Padahal itu yang kita butuhkan dalam pengusutan kasus-kasus korupsi tapi sampai sekarang belum juga ada. SBY nilainya 5 untuk ini,” ujar Fadjroel Rachman.
Dalam bidang ekonomi, Fadjroel memberi jempol. Tapi dalam kasus kemiskinan, kata Fadjroel, berdasarkan laporan BPS masih ada 31,2 juta orang miskin atau rawan pangan. “Untuk masalah penanganan kemiskinan dia dapat 5 ya. Karena fundamental ekonomi ternyata tidak berpengaruh langsung terhadap pemberantasan kemiskinan dan tidak berhasil meminimalisir ketimpangan sosial,” terangnya.
Kelemahan SBY yang sangat mengganggu, kata Fadjroel, adalah ketidaktegasannya sebagai presiden. Padahal, ketegasan mutlak diperlukan oleh pemimpin bila ingin memajukan kehidupan rakyatnya. Kualitas itu belum ditemukannya dalam sosok SBY selama 6 tahun menjabat sebagai presiden. Dan banyaknya kegagalan program kerja KIB II terletak pada faktor kepemimpinan SBY yang dinilainya lemah. “Dia bicara soal anti korupsi tapi tidak tegas, jadi antara visi dan konsistensi tidak sejalan. Kelemahan program-program SBY itu saya kira terkait kepemimpinan SBY,” terang Fadjroel.
Lembaga pegiat anti korupsi, Indonesian Corruption Watch (ICW) juga mengeritik kinerja pemerintah selama setahun ini. Hingga saat ini, ini program reformasi hukum yang dijalankan pemerintah belum efektif.  Hal ini disebabkan bergentayangnya mafia peradilan di berbagai lembaga hukum makin memperkuat diri. "Kondisi itu diperparah dengan adanya upaya pelemahan KPK, di saat belum bersihnya lembaga kepolisian dan kejaksaan," ujar Danang Widoyoko.
Namun anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Hayono Isman membantah, jika kinerja pemerintah dalam memberantas korupsi masih buruk. Komitmen Presiden SBY memberantas korupsi sangat tinggi. Tengok saja, selama pemerintahan SBY, banyak koruptor yang dipenjara. "Untuk itu saat ini yang terpenting adalah memberi kesempatan kepada SBY untuk menuntaskan pemberantasan korupsi, jangan dijahilin terus," katanya.

Data dan Fakta Pemerintahan SBY
1.Bidang politik>>Selama 1 tahun pemerintahan SBY tidak menghasilkan hal-hal yang signifikan.
Nilai: 5
2.Hubungan Luar Negeri >> Indonesia masih lemah di dunia international terlihat dari kasus Malaysia.
Nilai: 5
3.Bidang Ekonomi>> Kesejahteraan rakyat masih belum terwujud, angka kemiskinan dan penggangguran masih tinggi. Banyak hal-hal yang tidak tersentuh seperti program-program pemerintah hingga saat ini tidak menghasilkan apa-apa tetapi semakin menyulitkan rakyat, seperti kenaikan harga sembako dan Tarif Dasar Listrik (TDL).
Nilai: 5
4.Bidang Hukum >>Supremasi hukum belum ditegaskan seutuhnya. Buktinya, hingga saat ini kasus Century masih terkatung-katung.
Nilai: 5
5.Bidang Keamanan>>Masalah Keamanan menjadi persoalan serius. Pemerintah belum mampu mengatasi masalah kekerarasan terhadap Jemaat HKPB, jemaat Ahmadyah, sengketa etnis di Kalimantan dan tawuran geng preman di depan PN Jakarta Selatan.
Nilai: 5

Sabtu, 02 Oktober 2010

Abdul Kadir Karding: Politisi Penggila Sepak Bola


Pekerja keras dan disiplin merupakan sifat yang menonjol dari sosok politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) H. Abdul Kadir Karding, S.Pi, M.Si. Kecakapannya sebagai politisi diakui oleh teman-teman dekatnya.


Naskah:  Alex Marten Jeramun
Dunia politik sebenarnya bukan ladang baru bagi Abdul Kadir Karding. Interaksi Karding dengan dunia politik terjadi  sudah lama, saat masih aktif di organisasi kemahasiswaan, baik di kampus maupun di luar kampus  (dunia pergerakan_red). Bahkan Karding tercatat salah seorang aktifis yang memiliki jam terbang tinggi dalam dunia pergerakan.
Pilihan terjun langsung ke dunia politik bukan tanpa alasan dan pertimbangan yang matang. Apalagi waktu itu, Karding memendam hasrat yakni ingin melakukan perubahan. Namun berjuang melakukan perubahan dari luar parlemen sangat tidak mudah. Sehingga Karding memutuskan untuk terjun langsung menjadi politisi. Sebab Karding yakin, melalui dunia politik bisa langsung melakukan perubahan dari dalam sistem sesuai dengan konstitusi. Sedangkan kalau berada di luar sistem, upaya melakukan perubahan membutuhkan proses yang sangat panjang dan berliku. “Tidak  mudah mewujudkan perubahan kalau kita berada di luar pengambil kebijakan,” ujarnya kepada Tabloid Senayan.
Seiring dengan perjalanan waktu, pada dekade 1990, gejolak politik dalam diri Karding kian membara. Puncaknya terjadi pada 1997-1998,  tatkala gelombang reformasi bergemuruh di seantero nusantara. Gaung reformasi kian tidak terbendung. Hasrat politik Karding kian terpacu. “Saya melihat reformasi adalah momentum sangat tepat untuk melakukan perubahan,” cerita suami dari Desiani Puspitaningtyas S.Pi ini.
Potensi politik yang ada dalam diri Karding rupanya memikat Muhaimin Iskandar yang kebetulan waktu itu masih menjabat sebagai Sekjen DPP PKB.  Cak Imin, begitu tokoh ini disapa mengajak Karding untuk bergabung dengan PKB. Singkat kata, Karding menerima tawaran Cak Imin bergabung di PKB. Sejak saat itu, Karding merasakan dunia politik praktis sesungguhnya.
Sebagai seorang aktifis, Karding ternyata tidak terlalu sulit beradaptasi di lingkungan barunya ini. Apalagi keduanya sudah saling kenal.  “Saya dan mas Imin, kenal baik di dunia pergerakan. Atas ajakan dari beliaulah saya akhirnya benar-benar terjun ke politik praktis,” tutur ayah dari Ahnaf Mappidalle Iman Syahrozad Karding & Chaidir Sheva Ahmad Syah Lapandrita Karding.

Dorongan Orang Tua
Abdul Kadir Karding lahir di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah pada 25 Maret  1973. Karding berasal dari keluarga biasa yang hidup di daerah pedesaan, tepatnya desa Sajol. Jarak dari Desa Sojol ke pusat kota Palu lebih dari 265 KM. Di desa inilah Karding tumbuh dan dibesarkan dalam lingkungan yang berlatar belakang sebagai pedagang dan petani.

Sebagai anak daerah, Karding sudah merasakan betapa susahnya mendapatkan fasilitas pendidikan didaerahnya. Hampir semua fasilitas pendidikan belum memadai. Bayangkan, untuk sekolah di SMP saja Karding harus ke kota dengan jarak tempuh yang sangat jauh. “Alhamdulilah pada waktu itu,  iklim pendidikan dalam keluarga yang ditanamkan oleh kedua orang tua,  yang mendorong agar anak-anaknya menempuh pendidikan tinggi agar tidak seperti orang tua yang tidak dapat mengenyam pendidikan tinggi,” tuturnya.
Orang tua selalu memberikan dorongan agar anak-anaknya bisa berhasil. Orang tuanya juga  tidak pernah mengarahkan supaya anaknya terjun ke dunia politik. “Tetapi setelah saya terjun ke dunia politik, mereka senantiasa memberikan motivasi terutama pada saat saya menghadapai berbagai tantangan dan cobaan dalam politik. Beliau selalu memberikan nasihat agar saya selalu mengikuti kata hati yang paling dalam, kalau memang kata hati mengatakan benar ya harus saya jalankan demikian pula sebaliknya,” ucapnya.
Lazimnya politisi, sudah barang tentu punya tokoh panutan atau idola yang menjadi kiblat berpolitik. Karding juga demikian. Karding mengaku memiliki banyak tokoh yang menginspirasinya dalam berkarir di politik. Tokoh-tokoh itu antara lain Mantan Presiden Soekarno, mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Abraham Lincoln, Mahatma Gandi, Muhaimin Iskandar dan tokoh-tokoh besar lainnya.
Apa sebenarnya makna politik bagi Karding? Politik dan jabatan dalam pandangan bagi Karding hanya sekedar alat untuk mewujudkan kemaslahatan bagi rakyat. Politik dan jabatan bukanlah tujuan akhir tapi hanya sekedar sarana/wasilah untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Jabatan katanya amanah yang diberikan oleh Allah SWT  yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Karena suatu saat nanti pasti akan dipertanggungjawabkan, baik itu  di hadapan rakyat ketika masih hidup di dunia dan di hadapan Allah SWT  kelak di akhirat. “Untuk itu saya senantiasa berupaya agar setiap tindakan dan ucapan saya dalam menjalankan amanah tersebut bisa memberikan kemaslahatan bagi masyarakat bangsa dan negara,” tegas politisi asal Dapil  Jawa Tengah (Jateng)  6.


Arti Penting Keluarga
Seperti kata pepatah, di belakang setiap pria sukses ada seorang wanita, itulah arti pentingnya keluarga Karding. Karding benar-benar merasakan betapa pentingnya peran keluarga dalam menunjang karir politik. Keluarga juga merupakan motivator dalam hidup. Karena itu,  di tengah kesibukan sebagai politisi, Karding senantiasa menjalain komunikasi dengan keluarga meskipun hanya melalui telepon. Sebab  kesempatan berkumpul secara langsung dengan keluarga juga cukup sulit karena padatnya aktifitas, baik dalam kapasitasnya sebagai pengurus partai politik, sebagai Ketua Komisi VIII DPR, sebagai Pengurus Pusat IKA UNDIP maupun kegiatan lainnya. “Di sinilah diperlukan pemahaman dan kesabaran dari keluarga bahwa ketika saya sudah menjadi politisi dan memegang amanah tertentu artinya saya juga menjadi milik orang banyak. Hidup saya juga harus saya abdikan kepada orang banyak, karena hakikat pemimpin adalah pelayan bagi umat,” katanya.
Ditengah seabrek aktifitas sebagai Ketua Komisi VIII DPR, Karding juga membutuhkan penyeimbang agar tetap kuat dan tegar dalam menjalankan tugas sebagai wakil rakyat. Tak kala rehat beraktifitas, Karding selalu menyempatkan diri untuk berziarah ke makam para aulia, para alim ulama maupun tokoh-tokoh bangsa lainnya.
Dari ritual inilah, Karding mengambil hikmah yang sangat besar dari perjuangan mereka dalam menyebarkan agama maupun dalam membebaskan bangsa ini dari belenggu-belenggu penjajahan. Selain itu melalui ziarah juga bisa mendapatkan ketenangan batin, relaksasi sebentar dari hiruk pikuk politik yang sangat melelahkan yang menguras tenaga dan pikiran. “Melalui ziarah kita bisa bertafakur dan  memasrahkan diri pada Allah  serta mengingatkan pada diri sendiri akan akhir dari kehidupan sehingga kita tetap mendekatkan diri pada Allah SWT,” ujarnya.
Tak hanya senang dengan ritual keagaman, Karding ternyata sangat hobi nonton bola. Nonton bola bagi Karding adalah salah satu cara melepaskan kepenatan di tengah-tengah kesibukan. Karena itu meskipun tayangan-tayangan bola kadang sampai larut malam, Karding masih sering menyempatkan diri untuk nonton bola. “Itu sudah menjadi hobi sejak saya masih duduk di bangku sekolah. Selain itu saya juga masih menyempatkan diri untuk membaca-baca buku, koran atau majalah untuk menambah pengetahuan dan mendapatkan informasi tentang perkembangan politik, ekonomi maupun sosial budaya,” ceritanya.