Sabtu, 02 Oktober 2010

Abdul Kadir Karding: Politisi Penggila Sepak Bola


Pekerja keras dan disiplin merupakan sifat yang menonjol dari sosok politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) H. Abdul Kadir Karding, S.Pi, M.Si. Kecakapannya sebagai politisi diakui oleh teman-teman dekatnya.


Naskah:  Alex Marten Jeramun
Dunia politik sebenarnya bukan ladang baru bagi Abdul Kadir Karding. Interaksi Karding dengan dunia politik terjadi  sudah lama, saat masih aktif di organisasi kemahasiswaan, baik di kampus maupun di luar kampus  (dunia pergerakan_red). Bahkan Karding tercatat salah seorang aktifis yang memiliki jam terbang tinggi dalam dunia pergerakan.
Pilihan terjun langsung ke dunia politik bukan tanpa alasan dan pertimbangan yang matang. Apalagi waktu itu, Karding memendam hasrat yakni ingin melakukan perubahan. Namun berjuang melakukan perubahan dari luar parlemen sangat tidak mudah. Sehingga Karding memutuskan untuk terjun langsung menjadi politisi. Sebab Karding yakin, melalui dunia politik bisa langsung melakukan perubahan dari dalam sistem sesuai dengan konstitusi. Sedangkan kalau berada di luar sistem, upaya melakukan perubahan membutuhkan proses yang sangat panjang dan berliku. “Tidak  mudah mewujudkan perubahan kalau kita berada di luar pengambil kebijakan,” ujarnya kepada Tabloid Senayan.
Seiring dengan perjalanan waktu, pada dekade 1990, gejolak politik dalam diri Karding kian membara. Puncaknya terjadi pada 1997-1998,  tatkala gelombang reformasi bergemuruh di seantero nusantara. Gaung reformasi kian tidak terbendung. Hasrat politik Karding kian terpacu. “Saya melihat reformasi adalah momentum sangat tepat untuk melakukan perubahan,” cerita suami dari Desiani Puspitaningtyas S.Pi ini.
Potensi politik yang ada dalam diri Karding rupanya memikat Muhaimin Iskandar yang kebetulan waktu itu masih menjabat sebagai Sekjen DPP PKB.  Cak Imin, begitu tokoh ini disapa mengajak Karding untuk bergabung dengan PKB. Singkat kata, Karding menerima tawaran Cak Imin bergabung di PKB. Sejak saat itu, Karding merasakan dunia politik praktis sesungguhnya.
Sebagai seorang aktifis, Karding ternyata tidak terlalu sulit beradaptasi di lingkungan barunya ini. Apalagi keduanya sudah saling kenal.  “Saya dan mas Imin, kenal baik di dunia pergerakan. Atas ajakan dari beliaulah saya akhirnya benar-benar terjun ke politik praktis,” tutur ayah dari Ahnaf Mappidalle Iman Syahrozad Karding & Chaidir Sheva Ahmad Syah Lapandrita Karding.

Dorongan Orang Tua
Abdul Kadir Karding lahir di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah pada 25 Maret  1973. Karding berasal dari keluarga biasa yang hidup di daerah pedesaan, tepatnya desa Sajol. Jarak dari Desa Sojol ke pusat kota Palu lebih dari 265 KM. Di desa inilah Karding tumbuh dan dibesarkan dalam lingkungan yang berlatar belakang sebagai pedagang dan petani.

Sebagai anak daerah, Karding sudah merasakan betapa susahnya mendapatkan fasilitas pendidikan didaerahnya. Hampir semua fasilitas pendidikan belum memadai. Bayangkan, untuk sekolah di SMP saja Karding harus ke kota dengan jarak tempuh yang sangat jauh. “Alhamdulilah pada waktu itu,  iklim pendidikan dalam keluarga yang ditanamkan oleh kedua orang tua,  yang mendorong agar anak-anaknya menempuh pendidikan tinggi agar tidak seperti orang tua yang tidak dapat mengenyam pendidikan tinggi,” tuturnya.
Orang tua selalu memberikan dorongan agar anak-anaknya bisa berhasil. Orang tuanya juga  tidak pernah mengarahkan supaya anaknya terjun ke dunia politik. “Tetapi setelah saya terjun ke dunia politik, mereka senantiasa memberikan motivasi terutama pada saat saya menghadapai berbagai tantangan dan cobaan dalam politik. Beliau selalu memberikan nasihat agar saya selalu mengikuti kata hati yang paling dalam, kalau memang kata hati mengatakan benar ya harus saya jalankan demikian pula sebaliknya,” ucapnya.
Lazimnya politisi, sudah barang tentu punya tokoh panutan atau idola yang menjadi kiblat berpolitik. Karding juga demikian. Karding mengaku memiliki banyak tokoh yang menginspirasinya dalam berkarir di politik. Tokoh-tokoh itu antara lain Mantan Presiden Soekarno, mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Abraham Lincoln, Mahatma Gandi, Muhaimin Iskandar dan tokoh-tokoh besar lainnya.
Apa sebenarnya makna politik bagi Karding? Politik dan jabatan dalam pandangan bagi Karding hanya sekedar alat untuk mewujudkan kemaslahatan bagi rakyat. Politik dan jabatan bukanlah tujuan akhir tapi hanya sekedar sarana/wasilah untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Jabatan katanya amanah yang diberikan oleh Allah SWT  yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Karena suatu saat nanti pasti akan dipertanggungjawabkan, baik itu  di hadapan rakyat ketika masih hidup di dunia dan di hadapan Allah SWT  kelak di akhirat. “Untuk itu saya senantiasa berupaya agar setiap tindakan dan ucapan saya dalam menjalankan amanah tersebut bisa memberikan kemaslahatan bagi masyarakat bangsa dan negara,” tegas politisi asal Dapil  Jawa Tengah (Jateng)  6.


Arti Penting Keluarga
Seperti kata pepatah, di belakang setiap pria sukses ada seorang wanita, itulah arti pentingnya keluarga Karding. Karding benar-benar merasakan betapa pentingnya peran keluarga dalam menunjang karir politik. Keluarga juga merupakan motivator dalam hidup. Karena itu,  di tengah kesibukan sebagai politisi, Karding senantiasa menjalain komunikasi dengan keluarga meskipun hanya melalui telepon. Sebab  kesempatan berkumpul secara langsung dengan keluarga juga cukup sulit karena padatnya aktifitas, baik dalam kapasitasnya sebagai pengurus partai politik, sebagai Ketua Komisi VIII DPR, sebagai Pengurus Pusat IKA UNDIP maupun kegiatan lainnya. “Di sinilah diperlukan pemahaman dan kesabaran dari keluarga bahwa ketika saya sudah menjadi politisi dan memegang amanah tertentu artinya saya juga menjadi milik orang banyak. Hidup saya juga harus saya abdikan kepada orang banyak, karena hakikat pemimpin adalah pelayan bagi umat,” katanya.
Ditengah seabrek aktifitas sebagai Ketua Komisi VIII DPR, Karding juga membutuhkan penyeimbang agar tetap kuat dan tegar dalam menjalankan tugas sebagai wakil rakyat. Tak kala rehat beraktifitas, Karding selalu menyempatkan diri untuk berziarah ke makam para aulia, para alim ulama maupun tokoh-tokoh bangsa lainnya.
Dari ritual inilah, Karding mengambil hikmah yang sangat besar dari perjuangan mereka dalam menyebarkan agama maupun dalam membebaskan bangsa ini dari belenggu-belenggu penjajahan. Selain itu melalui ziarah juga bisa mendapatkan ketenangan batin, relaksasi sebentar dari hiruk pikuk politik yang sangat melelahkan yang menguras tenaga dan pikiran. “Melalui ziarah kita bisa bertafakur dan  memasrahkan diri pada Allah  serta mengingatkan pada diri sendiri akan akhir dari kehidupan sehingga kita tetap mendekatkan diri pada Allah SWT,” ujarnya.
Tak hanya senang dengan ritual keagaman, Karding ternyata sangat hobi nonton bola. Nonton bola bagi Karding adalah salah satu cara melepaskan kepenatan di tengah-tengah kesibukan. Karena itu meskipun tayangan-tayangan bola kadang sampai larut malam, Karding masih sering menyempatkan diri untuk nonton bola. “Itu sudah menjadi hobi sejak saya masih duduk di bangku sekolah. Selain itu saya juga masih menyempatkan diri untuk membaca-baca buku, koran atau majalah untuk menambah pengetahuan dan mendapatkan informasi tentang perkembangan politik, ekonomi maupun sosial budaya,” ceritanya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar