Senin, 27 September 2010

Diaz Gwijangge, S.Sos: Pembela Kaum Tertindas

Diaz Dwijangge mengabdikan hidupnya berjuang demi menegakkan keadilan dan hak asasi manusia (HAM) ditanah Papua. Namanya menjadi sumber inspirasi dan obor api semangat bagi segenap pejuang keadilan dan HAM di negeri ini. Lantas apa yang membuat lelaki kelahiran Mapnduma ini tertarik ke dunia politik?


Naskah: Alex Marten Jeramun
Bagi masyarakat Papua, Diaz Gwijangge bukanlah nama yang asing. Mereka sangat familiar dengan nama pria berewok ini. Maklum, Diaz banyak menghabiskan waktu bersama masyarakat dibumi paling Timur Indonesia ini. Diaz terlibat aktif dalam kegiatan advokasi masyarakat di bumi Cenderawasih ini. Dikalangan masyarakat Papua sendiri, Diaz juga dikenal sebagai seorang teladan yang berani dan tanpa pamrih selalu hadir paling depan membela orang-orang tertindas.
Pilihan Diaz membantu masyarakat memperjuangkan hak-haknya bukan tanpa resiko. Diaz mempunyai pengalaman menyeramkan saat menyiapkan sebuah lokakarya di Biak. Lokakarya ini diselenggarakan beberapa gereja di dunia dengan sponsor gereja-gereja di Jerman, gereja-gereja di Papua, dan Elsham Papua. Kegiatan itu terkait resolusi konflik. “Saat itu saya dan rekan saya ditabrak. Teman saya tewas di tempat, sedangkan saya menderita patah tulang. Saya bersyukur karena masih diberi umur panjang oleh Tuhan. Sejak 2000 hingga 2008 saya menggunakan tongkat. Puji Tuhan, sekarang saya sudah melepaskan tongkat,” kata Diaz mengenang.
Meski mendapat ancaman seperti itu, toh tak menyurutkan perjuangan Diaz dalam upaya mengadvokasi masyarakat. Baginya, insiden tabrakan merupakan konsekuensi dari pilihan sikap bersama masyarakat. Justru jiwanya merasa terusik jika tidak membantu masyarakat. “Ini sudah menjadi panggilan jiwa,” tandasnya.
Bagi Diaz, sarana perjuangan membantu masyarakat tidak hanya melalui jalur LSM. Ibarat pepatah, banyak jalan menuju Roma, itulah prinsip Diaz. Diaz percaya, berjuang demi kepentingan masyarakat bisa ditempuh dengan dengan berbagai macam cara dan jalan. Bisa lewat jalur LSM dan bisa juga dengan jalur politik.
Awalnya, Diaz tidak terlalu suka dengan dunia politik. Karena, memang Diaz kurang tertarik. Tetapi tidak ada pilihan lain bagi Diaz, ketika perjuangannya dari luar membentur tembok tebal. Diaz merubah jalur perjuangannya dengan masuk politik. Maka pada 2009 lalu, Diaz tidak menyia-nyiakan tawaran Partai Demokrat untuk menjadi calon legislatif. Tanpa berpikir panjang lagi, Diaz menerima tawaran PD. Inilah awal dari sebuah lompatan besar dalam diri Diaz.
Dengan modal kepercayaan diri yang sangat tinggi, Diaz mencalonkan diri sebagai calon legislative asal Papua dari Partai Demokrat. Jebolan Antropologi Fisip Universitas Cenderawasih ini akhirnya terpilih sebagai anggota DPR RI dari Papua “Saya akhirnya terpilih dengan suara sebesar 59.921. Saya terpilih bareng Pak Fredy Numberi dan Ibu Etha Bullo,” kata Diaz
Sebenarnya, apa motivasi Diaz terjun ke panggung politik praktis? Motivasi Diaz sangat sederhana. Diaz ternyata merasa kecewa karena perjuangan membela hak masyarakat selama bertahun-tahun tidak terakomodir oleh pembuat kebijakan.
Teriakan LSM dari luar justru dianggap angin lalu oleh pembuat kebijakan. Padahal, banyak masukan dari LSM yang bisa diadopsi oleh pembuat kebijakan, khususnya terkait dengan kebijakan HAM di Indonesia. “Saya ingin berjuang meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua lewat jalur politik. Anda tahu sendiri, tingkat kesejahteraan masyarakat Papua masih tertinggal jauh dibanding daerah lain. Ini sebuah komitmen yang tidak muluk-muluk. Saya akan buktikan itu,” jawabnya
Meski sudah terpilih menjadi anggota DPR, Diaz tidak akan pernah lupa akan tanah Papua. Justru motivasi dan semangatnya semakin terpompa tatkala menjadi wakil rakyat. Komitmennya membantu semakin menggelora. Apalagi secara substansi kata Diaz, perjuangan melalui jalur resmi legislative dengan pejuang HAM tidak terlalu jauh berbeda. Yang berbeda, ujarnya cuman wadah atau sarana perjuangannnya. Sementara content perjuangannya sama. “Substansinya, ya sama-sama berjuang untuk kepentingan masyarakat. Jika dulu saya berteriak dari luar untuk memperjuangkan hak asasi maka setelah menjadi wakil rakyat, saya berteriak dari dalam. Paling tidak, saya ikut mempengaruhi setiap kebijakan politik yang menyangkut hak asasi manusia di Indonesia, baik itu menyangut UU, politik anggarannya, pengawasannya dll,” ujarnya.
Bagi Diaz, posisi sebagai wakil rakyat hanyalah sebuah amanah yang ada masanya. Jabatan wakil rakyat hanya 5 tahun lamanya. Tetapi perjuangan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Papua tidak pernah mengenal masa. Ini harus menjadi komitmen perjuangan seumur hidup sebagai anak yang lahir dari rahim bumi Papua. “Hidup masyarakat Papua harus diperhatikan,” ujar anggota DPR kelahiran Mapnduma, Papua, 27 November 1974.
Sebagai wakil rakyat asal Papua, Diaz berusaha untuk memaksimalkan perannya agar bisa menjadi penyambung kebijakan pusat dan daerah. Kebijakan pemerintah pusat dan daerah harus seiring-sejalan. Ini sangat penting sehingga tidak akan terjadi hambatan di tengah jalan.
Bagi tutur suami dari Heriana Nirigi, AMD. PAR, perannya sebagai wakil rakyat dijalankannya dengan sepenuh hati. Diaz mempertaruhkan semua potensi yang dimilikinya dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagai wakil rakyat. “Rakyat mempercayakan aspirasinya melalui wakil rakyatnya. Segala sesuatu yang kita lakukan tentu akan sangat hati-hati karena menjaga kepercayaan masyarakat. Kita tentu tetap menjaga kontrak politik yang sudah kita buat. Nah, kalau itu berjalan bagus maka saya percaya Partai Demokrat tetap eksis dan mendapat kepercayaan masyarakat,” tutur ayah tiga orang putri ini.


Tidak Suka Politik
Sejujurnya, Diaz bukanlah orang yang sreg dengan panggung politik. Justru awalnya, Diaz alergi alias tidak terlalu suka dengan hiruk pikuk di panggung politik Indonesia meskipun dunia politiknya sudah dikenalnya sejak lama. “Saya sebenarnya orang yang tidak respek dengan politik. Karena memang latar belakang saya bukan dari keluarga politik. Ayah dan Ibu saya bukan politisi,” akunya.
Sebagai putra asli Papua, Diaz tidak hanya sekedar beretorika dalam memperjuangan kemakmuran rakyat Papua. Diaz akan berjuang memperbaiki persoalan hak asasi di Papua. Selama ini, banyak pelanggaran hak asasi di Papua. Tidak hanya itu saja. Diazpun berkomitmen untuk memperbaiki masalah pendidikan dan kesehatan masyarakat di bumi Papua. “Selama ini, sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, kalau Papua memang masih tertinggal dibanding dengan daerah lain di Indonesia. Ini sudah menjadi komitmen politik saya sebagai wakil rakyat dari Papua,” ujarnya.
Meski demikian katanya, upaya pembenahan Papua tidak akan berhasil kalau tidak mendapat dukungan dari pemerintah. Karena itu katanya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, harus menginventarisir semua persoalan yang ada di Papua.
Setelah itu dilakukan evaluasi guna menemukan jalan keluarnya. Rasa cinta ayah dari Desiana V. Nuinindi Gwijangge, Mathreecia R Sarafina Gwijangge dan Grace Ester Imanuella Gwijangge akan tanah Papua memang luar biasa tinggi. Lihat saja, semua masa kecilnya, dia habiskan di bumi Cendrawasih ini. Demikian juga dengan pendidikan, mulai tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, semua diselesaikannya di Papua.
Kini Diaz sudah menjadi wakil rakyat. Tentu banyak sekali perubahan yang terjadi. Namun satu yang tidak pernah lupa adalah komitmennya yang selalu “Berjuang untuk Rakyat yang Tak Bersuara.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar