Senin, 04 Oktober 2010

Nilai Rapor SBY 5

Presiden SBY
Kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)–Boediono ternyata  masih jauh dari harapan rakyat. Rapor merah layak diberikan kepada pemerintah ini. Jika diberi angka maka nilai rapor SBY tidak lebih dari 5.

Naskah: Alex Marten Jeramun

20 Oktober 2010 pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II genap berusia setahun.  Namun jelang setahun terpilihnya sebagai pasangan presiden dan wakil presiden Oktober 2009, tingkat kepuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan SBY-Boediono menurun.   
Survei Indo Barometer yang dirilis  beberapa waktu lalu menyebutkan penyebab menurunnya kepercayaan terjadap SBY nya karena harga sembako yang naik dan menjadi mahal.  Penurunan tingkat kepuasan mencapai indeks 50,9 persen, sedikit lebih tinggi daripada penurunan tingkat kepuasan masyarakat terhadap SBY dalam periode lalu yang sempat terhempas karena kenaikan harga BBM hingga indeks 36,5 persen.
Sebenarnya, pascapemilu 2009, Indo Barometer mencatat tingkat kepuasan masyarakat terhadap SBY-Boediono naik ke angka 90,4 persen. Namun terus turun sejak awal 2010. Kepuasan tertinggi masyarakat terhadap SBY adalah di bidang keamanan, sementara masyarakat tidak puas dengan kinerja SBY dalam bidang ekonomi.
Berdasarkan survei terbaru ini pula, Indo Barometer mencatat masyarakat atau sekitar 50,9 persen responden cenderung puas dengan kinerja SBY sebagai Presiden. Namun, mayoritas publik atau sekitar 61,5 persen responden justru tidak puas terhadap kinerja dan performa Boediono sebagai wakil presiden. "Buat SBY ini lampu kuning, tapi buat Boediono sepertinya sudah lampu merah," tandasnya.
Di antara banyak kemajuan yang dicapai, publik masih menagih janji untuk menciptakan perubahan, terutama di bidang ekonomi dan penegakan hukum. Kemiskinan dan pengangguran masih membayangi perjalanan pemerintahan SBY ke depan.
Dampak kenaikan harga BBM  dan TDL memang luar biasa. Sampai sekarang, puluhan juta orang hidup terseok-seok dalam kemiskinan. Departemen Sosial  dan  Badan Pusat Statistik (BPS) mencarat, sampai Maret 2010, jumlah penduduk miskin saat ini menjadi 31,5 juta jiwa dari total penduduk Indonesia atau  menurun sebanyak 2,4 persen. Meski data versi BPS ini masih diperdebatan. Karena realitasnya, jumlah penduduk miskin bisa jadi lebih tinggi dari angka BPS.
Dalam kondisi seperti ini, Presiden Susilo menghembuskan “angin sorga” di depan DPR, menjanjikan pengentasan kemiskinan dan pengangguran dengan membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk memberi masyarakat sumber penghasilan. Namun janji ini masih ditunggu-tunggu. SBY mengundang polemik yang berkepanjangan memaparkan angka kemiskinan dan pengangguran yang diragukan akurasinya.
Di mata para aktivis,  setahun umur pemerintahan SBY-Boediono, adalah sebuah duet kegagalan. Konsekwensi pemerintahan yang gagal adalah harus turun dan diganti. "Lima tahun kepemimpinan SBY dan setahun pemerintahan SBY-Boediono kondisi Indonesia makin terpuruk, tidak ada peningkatan kualitas kehidupan di segala aspek kehidupan," ujar salah satu aktivis yang juga salah juru bicara kelompok pergerakan Petisi 28, Masinton Pasaribu.
Tingkat  kesejahteraan rakyat katanya mengalami penurunan, disana-sini. Rakyat merasakan kesulitan hidup, lapangan kerja yang terbatas, harga-harga yang melambung tinggi, kebebasan beribadah yang dipersulit, kedaulatan negara yang merosot, dan lain-lain. Ketidakmampuan SBY-Boediono dalam mengelola dan memimpin pemerintahan adalah sumber utama segala permaslahan yang mendera negara dan bangsa Indonesia saat ini.
Baginya, tak ada dasar argumentasi untuk mempertahankan pemerintahan SBY-Boediono yang sudah gagal ini selain bersatu padu turun ke jalan kepung istana negara dan menggantikannya dengann membentuk pemerintahan yang pro kedaulatan nasional dan pro rakyat. "Pada tanggal 20 Oktober hingga 28 Oktober  nanti, adalah momentum perlawanan setahun pemerintahan SBY-boediono, dan sumpah pemuda. Mulai bulan Oktober 2010 ini kami kelompok gerakan akan terus menggalang perlawanan berbagai elemen rakyat hingga SBY-Boediono mundur dan meletakkan jabatannya," tandasnya.
Kritik pedas soal performance juga datang dari Masyarakat Sipil Anti Korupsi (Kompak).
Kompak  menilai janji SBY hingga saat ini masih belum terwujud.  Sejumlah persoalan besar belum diatasi dengan baik. Misalnya, masalah kesejahteraan, pemberantasan korupsi hingga persoalan administrasi negara. Korupsi (Kompak) menganggap SBY layak diberi rapor merah karena tak melihat perubahan signifikan dalam pemerintahannya. “Banyak janji kampanye SBY yang belum terwujud.  Publik terbuia oleh janji manis SBY. SBY cuman bisanya omdo (omong doang-red),” kritik Koordinator Kompak Fadjroel Rachman.


Faktor Peragu
Penilaian yang sama juga disampaikan pengamat politik FISIP UI, Prof Dr M Budiyatna. Menurutnya, selama setahun pemerintahan SBY-Boediono tidak menghasilkan sesuatu yang berarti bagi bangsa Indonesia. Ini terlihat dari sikap Malaysia yang melecehkan Indonesia, sementara pemerintah seperti tidak bersikap sebagaimana harapan masyarakat. “Dilihat dari segi politik, selama 1 tahun pemerintahan SBY tidak menghasilkan hal-hal yang signifikan. Pokok persoalannya, ketidaktegasan dan ketidakberanian SBY. Jadi, persoalan leadership,” ujarnya.
Demikian juga dari bidang perekonomian. Harus diakui, dalam bidang ekonomi memang ada sedikit perbaikan. Terdapat pertumbuhan ekonomi makro meskipun jumlahnya tidak terlalu besar tetapi merupakan suatu kemajuan yang cukup berarti. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat dijadikan tolok ukur bahwa perekonomian Indonesia sudah baik karena pendapatan per kapita masyarakat masih rendah dan tingkat pengangguran serta harga sembako masih tinggi. Artinya perbaikan itu tidak menyentuh langsung dengan kesejahteraan rakyat.
Saat ini angka-angka kemiskinan masih berpatok kepada data-data saja, tetapi pada kenyataannya banyak hal-hal yang tidak tersentuh seperti program-program pemerintah hingga saat ini tidak menghasilkan apa-apa tetapi semakin menyulitkan rakyat, seperti kenaikan harga sembako dan Tarif Dasar Listrik (TDL).
Dari segi hukum, juga sama saja. Berkali-kali SBY mengatakan bahwa supremasi hukum harus ditegakkan. Akan tetapi kenyataannya hingga saat ini kasus Century masih terkatung-katung. Belum lagi kebijakan kontroversial remisi para koruptor yang juga menguntungkan besan SBY, Aulia Pohan.  “Belum terlihat adanya kemajuan yang signifikan selama pemerintahan SBY periode 2009-2014, justru semakin mengalami kemunduran. Hal ini terlihat dengan kurangnya ketegasan dalam penanganan kasus korupsi,” ujarnya.
Dengan demikian, Budiyatna memberi nilai 5 bagi rapor SBY. “Jadi, baik bidang politik, ekonomi, keamanan, hukum dll semuanya 5-lah. Saya kira, nilai itu cocok dengan kinerja SBY saat ini,” ujarnya Sabtu (02/10).
Sejak awal pemerintahan, SBY punya pekerjaan rumah sangat banyak yang harus segera dibereskan. Salah satunya adalah soal pemberantasan korupsi yang jadi jualan SBY selama masa kampanye Pilpres 2009 lalu. “Kalau dari sisi korupsi, sampai hari ini SBY belum juga membuat UU pembuktian terbalik. Padahal itu yang kita butuhkan dalam pengusutan kasus-kasus korupsi tapi sampai sekarang belum juga ada. SBY nilainya 5 untuk ini,” ujar Fadjroel Rachman.
Dalam bidang ekonomi, Fadjroel memberi jempol. Tapi dalam kasus kemiskinan, kata Fadjroel, berdasarkan laporan BPS masih ada 31,2 juta orang miskin atau rawan pangan. “Untuk masalah penanganan kemiskinan dia dapat 5 ya. Karena fundamental ekonomi ternyata tidak berpengaruh langsung terhadap pemberantasan kemiskinan dan tidak berhasil meminimalisir ketimpangan sosial,” terangnya.
Kelemahan SBY yang sangat mengganggu, kata Fadjroel, adalah ketidaktegasannya sebagai presiden. Padahal, ketegasan mutlak diperlukan oleh pemimpin bila ingin memajukan kehidupan rakyatnya. Kualitas itu belum ditemukannya dalam sosok SBY selama 6 tahun menjabat sebagai presiden. Dan banyaknya kegagalan program kerja KIB II terletak pada faktor kepemimpinan SBY yang dinilainya lemah. “Dia bicara soal anti korupsi tapi tidak tegas, jadi antara visi dan konsistensi tidak sejalan. Kelemahan program-program SBY itu saya kira terkait kepemimpinan SBY,” terang Fadjroel.
Lembaga pegiat anti korupsi, Indonesian Corruption Watch (ICW) juga mengeritik kinerja pemerintah selama setahun ini. Hingga saat ini, ini program reformasi hukum yang dijalankan pemerintah belum efektif.  Hal ini disebabkan bergentayangnya mafia peradilan di berbagai lembaga hukum makin memperkuat diri. "Kondisi itu diperparah dengan adanya upaya pelemahan KPK, di saat belum bersihnya lembaga kepolisian dan kejaksaan," ujar Danang Widoyoko.
Namun anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Hayono Isman membantah, jika kinerja pemerintah dalam memberantas korupsi masih buruk. Komitmen Presiden SBY memberantas korupsi sangat tinggi. Tengok saja, selama pemerintahan SBY, banyak koruptor yang dipenjara. "Untuk itu saat ini yang terpenting adalah memberi kesempatan kepada SBY untuk menuntaskan pemberantasan korupsi, jangan dijahilin terus," katanya.

Data dan Fakta Pemerintahan SBY
1.Bidang politik>>Selama 1 tahun pemerintahan SBY tidak menghasilkan hal-hal yang signifikan.
Nilai: 5
2.Hubungan Luar Negeri >> Indonesia masih lemah di dunia international terlihat dari kasus Malaysia.
Nilai: 5
3.Bidang Ekonomi>> Kesejahteraan rakyat masih belum terwujud, angka kemiskinan dan penggangguran masih tinggi. Banyak hal-hal yang tidak tersentuh seperti program-program pemerintah hingga saat ini tidak menghasilkan apa-apa tetapi semakin menyulitkan rakyat, seperti kenaikan harga sembako dan Tarif Dasar Listrik (TDL).
Nilai: 5
4.Bidang Hukum >>Supremasi hukum belum ditegaskan seutuhnya. Buktinya, hingga saat ini kasus Century masih terkatung-katung.
Nilai: 5
5.Bidang Keamanan>>Masalah Keamanan menjadi persoalan serius. Pemerintah belum mampu mengatasi masalah kekerarasan terhadap Jemaat HKPB, jemaat Ahmadyah, sengketa etnis di Kalimantan dan tawuran geng preman di depan PN Jakarta Selatan.
Nilai: 5

Sabtu, 02 Oktober 2010

Abdul Kadir Karding: Politisi Penggila Sepak Bola


Pekerja keras dan disiplin merupakan sifat yang menonjol dari sosok politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) H. Abdul Kadir Karding, S.Pi, M.Si. Kecakapannya sebagai politisi diakui oleh teman-teman dekatnya.


Naskah:  Alex Marten Jeramun
Dunia politik sebenarnya bukan ladang baru bagi Abdul Kadir Karding. Interaksi Karding dengan dunia politik terjadi  sudah lama, saat masih aktif di organisasi kemahasiswaan, baik di kampus maupun di luar kampus  (dunia pergerakan_red). Bahkan Karding tercatat salah seorang aktifis yang memiliki jam terbang tinggi dalam dunia pergerakan.
Pilihan terjun langsung ke dunia politik bukan tanpa alasan dan pertimbangan yang matang. Apalagi waktu itu, Karding memendam hasrat yakni ingin melakukan perubahan. Namun berjuang melakukan perubahan dari luar parlemen sangat tidak mudah. Sehingga Karding memutuskan untuk terjun langsung menjadi politisi. Sebab Karding yakin, melalui dunia politik bisa langsung melakukan perubahan dari dalam sistem sesuai dengan konstitusi. Sedangkan kalau berada di luar sistem, upaya melakukan perubahan membutuhkan proses yang sangat panjang dan berliku. “Tidak  mudah mewujudkan perubahan kalau kita berada di luar pengambil kebijakan,” ujarnya kepada Tabloid Senayan.
Seiring dengan perjalanan waktu, pada dekade 1990, gejolak politik dalam diri Karding kian membara. Puncaknya terjadi pada 1997-1998,  tatkala gelombang reformasi bergemuruh di seantero nusantara. Gaung reformasi kian tidak terbendung. Hasrat politik Karding kian terpacu. “Saya melihat reformasi adalah momentum sangat tepat untuk melakukan perubahan,” cerita suami dari Desiani Puspitaningtyas S.Pi ini.
Potensi politik yang ada dalam diri Karding rupanya memikat Muhaimin Iskandar yang kebetulan waktu itu masih menjabat sebagai Sekjen DPP PKB.  Cak Imin, begitu tokoh ini disapa mengajak Karding untuk bergabung dengan PKB. Singkat kata, Karding menerima tawaran Cak Imin bergabung di PKB. Sejak saat itu, Karding merasakan dunia politik praktis sesungguhnya.
Sebagai seorang aktifis, Karding ternyata tidak terlalu sulit beradaptasi di lingkungan barunya ini. Apalagi keduanya sudah saling kenal.  “Saya dan mas Imin, kenal baik di dunia pergerakan. Atas ajakan dari beliaulah saya akhirnya benar-benar terjun ke politik praktis,” tutur ayah dari Ahnaf Mappidalle Iman Syahrozad Karding & Chaidir Sheva Ahmad Syah Lapandrita Karding.

Dorongan Orang Tua
Abdul Kadir Karding lahir di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah pada 25 Maret  1973. Karding berasal dari keluarga biasa yang hidup di daerah pedesaan, tepatnya desa Sajol. Jarak dari Desa Sojol ke pusat kota Palu lebih dari 265 KM. Di desa inilah Karding tumbuh dan dibesarkan dalam lingkungan yang berlatar belakang sebagai pedagang dan petani.

Sebagai anak daerah, Karding sudah merasakan betapa susahnya mendapatkan fasilitas pendidikan didaerahnya. Hampir semua fasilitas pendidikan belum memadai. Bayangkan, untuk sekolah di SMP saja Karding harus ke kota dengan jarak tempuh yang sangat jauh. “Alhamdulilah pada waktu itu,  iklim pendidikan dalam keluarga yang ditanamkan oleh kedua orang tua,  yang mendorong agar anak-anaknya menempuh pendidikan tinggi agar tidak seperti orang tua yang tidak dapat mengenyam pendidikan tinggi,” tuturnya.
Orang tua selalu memberikan dorongan agar anak-anaknya bisa berhasil. Orang tuanya juga  tidak pernah mengarahkan supaya anaknya terjun ke dunia politik. “Tetapi setelah saya terjun ke dunia politik, mereka senantiasa memberikan motivasi terutama pada saat saya menghadapai berbagai tantangan dan cobaan dalam politik. Beliau selalu memberikan nasihat agar saya selalu mengikuti kata hati yang paling dalam, kalau memang kata hati mengatakan benar ya harus saya jalankan demikian pula sebaliknya,” ucapnya.
Lazimnya politisi, sudah barang tentu punya tokoh panutan atau idola yang menjadi kiblat berpolitik. Karding juga demikian. Karding mengaku memiliki banyak tokoh yang menginspirasinya dalam berkarir di politik. Tokoh-tokoh itu antara lain Mantan Presiden Soekarno, mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Abraham Lincoln, Mahatma Gandi, Muhaimin Iskandar dan tokoh-tokoh besar lainnya.
Apa sebenarnya makna politik bagi Karding? Politik dan jabatan dalam pandangan bagi Karding hanya sekedar alat untuk mewujudkan kemaslahatan bagi rakyat. Politik dan jabatan bukanlah tujuan akhir tapi hanya sekedar sarana/wasilah untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Jabatan katanya amanah yang diberikan oleh Allah SWT  yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Karena suatu saat nanti pasti akan dipertanggungjawabkan, baik itu  di hadapan rakyat ketika masih hidup di dunia dan di hadapan Allah SWT  kelak di akhirat. “Untuk itu saya senantiasa berupaya agar setiap tindakan dan ucapan saya dalam menjalankan amanah tersebut bisa memberikan kemaslahatan bagi masyarakat bangsa dan negara,” tegas politisi asal Dapil  Jawa Tengah (Jateng)  6.


Arti Penting Keluarga
Seperti kata pepatah, di belakang setiap pria sukses ada seorang wanita, itulah arti pentingnya keluarga Karding. Karding benar-benar merasakan betapa pentingnya peran keluarga dalam menunjang karir politik. Keluarga juga merupakan motivator dalam hidup. Karena itu,  di tengah kesibukan sebagai politisi, Karding senantiasa menjalain komunikasi dengan keluarga meskipun hanya melalui telepon. Sebab  kesempatan berkumpul secara langsung dengan keluarga juga cukup sulit karena padatnya aktifitas, baik dalam kapasitasnya sebagai pengurus partai politik, sebagai Ketua Komisi VIII DPR, sebagai Pengurus Pusat IKA UNDIP maupun kegiatan lainnya. “Di sinilah diperlukan pemahaman dan kesabaran dari keluarga bahwa ketika saya sudah menjadi politisi dan memegang amanah tertentu artinya saya juga menjadi milik orang banyak. Hidup saya juga harus saya abdikan kepada orang banyak, karena hakikat pemimpin adalah pelayan bagi umat,” katanya.
Ditengah seabrek aktifitas sebagai Ketua Komisi VIII DPR, Karding juga membutuhkan penyeimbang agar tetap kuat dan tegar dalam menjalankan tugas sebagai wakil rakyat. Tak kala rehat beraktifitas, Karding selalu menyempatkan diri untuk berziarah ke makam para aulia, para alim ulama maupun tokoh-tokoh bangsa lainnya.
Dari ritual inilah, Karding mengambil hikmah yang sangat besar dari perjuangan mereka dalam menyebarkan agama maupun dalam membebaskan bangsa ini dari belenggu-belenggu penjajahan. Selain itu melalui ziarah juga bisa mendapatkan ketenangan batin, relaksasi sebentar dari hiruk pikuk politik yang sangat melelahkan yang menguras tenaga dan pikiran. “Melalui ziarah kita bisa bertafakur dan  memasrahkan diri pada Allah  serta mengingatkan pada diri sendiri akan akhir dari kehidupan sehingga kita tetap mendekatkan diri pada Allah SWT,” ujarnya.
Tak hanya senang dengan ritual keagaman, Karding ternyata sangat hobi nonton bola. Nonton bola bagi Karding adalah salah satu cara melepaskan kepenatan di tengah-tengah kesibukan. Karena itu meskipun tayangan-tayangan bola kadang sampai larut malam, Karding masih sering menyempatkan diri untuk nonton bola. “Itu sudah menjadi hobi sejak saya masih duduk di bangku sekolah. Selain itu saya juga masih menyempatkan diri untuk membaca-baca buku, koran atau majalah untuk menambah pengetahuan dan mendapatkan informasi tentang perkembangan politik, ekonomi maupun sosial budaya,” ceritanya.





Kamis, 30 September 2010

Paramore: The Only Exception [OFFICIAL VIDEO]

Paramore: Decode [OFFICIAL VIDEO]

Lili Chodidjah Wahid: Berani Tampil Beda

Panggung politik bagi Hj. Lili Chodidjah Wahid tidak identik dengan upaya memperebutkan kekuasaan.  Tetapi makna politik sesungguhnya adalah cara untuk mencapai kemakmuran rakyat lewat peran yang dimainkan masing-masing sesuai kemampuannya.

Naskah :  Alex Marten Jeramun

Kehadiran Lili Wahid dalam percaturan politik nasional boleh dibilang masih baru. Namun, bukan berarti wanita yang lahir di Jombang, 4 Maret 1948 baru mengenal politik.  Lili Wahid  yang tumbuh dalam keluarga sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur, sejatinya  sudah mengenal politik sejak masih remaja.
Lili Wahid bahkan tumbuh dalam keluarga yang sangat kental dengan nuansa politik.  Ayah Lili Wahid, K.H. Wahid Hasyim, seorang tokoh terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949.  Sementara, Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Lazimnya keluarga politisi, obrolan seputar dunia politik sudah menjadi menu Lili Wahid sehari-hari. “Di meja makan pun berbicara soal politik. Jadi politik itu sudah asing lagi bagi keluarga Wahid,” ujarnya.
Bahkan pada tahun 1967, saat usianya masih sekitar 19 tahun, Lili sempat dicalonkan menjadi anggota DPR sebagai wakil ormas oleh PBNU. Tetapi karena umur masih kecil, sang Ibu menganjurkan untuk mengalah.  Apalagi, sudah banyak juga keluarga besar Wahid yang menjadi caleg kala itu. Akhirnya, Lili Wahid memutuskan membatalkan pencalonan.
Setelah tidak menjadi caleg, Lili Wahid memilih untuk kuliah. Selesai kuliah, Lili Wahid kemudian menikah dengan seorang anggota TNI. Dari pernikahannya ini, Lili Wahid dikarunia tiga anak.
Lili Wahid benar-benar menikmati perannya sebagai istri TNI. Sebagai istri tentara, Lili Wahid sempat pindah dari satu daerah ke daerah lain mengikuti dinas sang suami. Semua peran itu dijalankannya dengan penuh kesungguhan.
Setelah mengikuti masa dinas suami di beberapa daerah, merekapun pindah ke Jakarta. Sesampai di Jakarta, Lili Wahid aktif di kegiatan ormas NU yaitu muslimat NU. Tidak hanya itu,  Lili Wahid kemudian menjadi Ketua Umum Induk Koperasi.  Lalu aktif dalam Dekopin.
Namun naluri politik Lili Wahid terus berkembang sejalan dengan dibukanya keran reformasi.  Kemunculan Lili Wahid dipanggung politik mencuat, saat pecahnya PKB yang melibatkan Muhaimin Iskandar dan Gus Dur. Saat itu, Lili Wahid diminta untuk memback up Muhaimin.
Lili Wahid selanjutnya ditempatkan sebagai Wakil Ketua Dewan Syuro DPP PKB. Dengan posisi itu, Lili Wahid makin dikenal publik. Dan pada Pemilu 2009, Lili dicalonkan menjadi caleg dari dapil yang sangat kental dengan Gus Durian  Lili Wahid akhirnya menang dan melenggang ke DPR setelah memenangkan pertarungan di daerah pemilihan (Dapil) Jawa Timur II.
Sebetulnya  pada saat itu Lili Wahidmalas untuk terjun ke dunia politik. Meski demikian Lili Wahid tetap terlibat dalam politik, tapi tidak terikat dengan salah satu organisasi. Lili Wahid hanya senang menjadi seorang aktivis.  Karena sejak tahun 1966, demo sudah menjadi bagian dari hidup Lili Wahid sampai saat ini.
Semua itu dilakukan lantaran cita-cita proklamasi yang didengung-dengungkan oleh founding fathers belum tercapai. “Makanya setiap kali ketemu aktivis Lili selalu bilang bahwa sejak tahun 1966 sampai sekarang masih hidup di jalanan,” imbuhnya imbuh istri dari Indrawanto.
Lalu apa obsesi Lili Wahid terjun ke panggung politik?  Osebsi adik kandung Gus Dur ini ternyata sangat sederhana.  Lili Wahid ingin memperjuangan masyarakat yang adil dan makmur yang belum terwujud dari satu periode ke periode yang lain.  “Ini obsesi terbesar saya. Karena amanat kemerdekaan dan reformasi itu belum bisa kita capai.  Untuk bisa mewujudkan cita-cita itu, harus berjuang melalui DPR, ”ujar Lili yang pernah menjadi Sekretaris Persit KCK Intendans Cimahi 1977-1979.
Namun sayangnya kata Lili, perjuangan mencapai kesejahteraan dan keadilan bukannya makin maju, tetapi malah makin mundur.  Integritas berpolitik tidak muncul. Rendahnya integritas tidak hanya menghinggapi para politisi tetapi sudah menyebar ke anak bangsa. Bahkan Lili Wahid melihat adanya degradasi dari sisi moral. “Kita lihat betul dengan tingginya tingkat korupsi di Indonesia dan lemahnya punishment terhadap para koruptor. Sehingga imbasnya ke mana-mana, ke semua komponen kehidupan berbangsa itu sangat besar,” imbuhnya.
Sebagai politisi, Lili Wahid juga merasa pasang surut. Terkadang politik itu, menyenangkan, namun tidak jarang juga menjengkelkan. Akan tetapi, bagi politisi PKB ini, menjadi politisi itu bagian dari tanggung jawab. “Sehingga nyaman nggak nyaman, harus diterima. Apalagi ini sebuah amanah dari orang yang memilih saya,” tegasnya.

Perjuangan
Bagi Lili Wahid,  politik itu sebenarnya sebuah proses perjuangan seumur hidup. Selama  orang-orang mendukungnya maka Lili Wahid akan tetap berkiprah di dunia politik. Lili Wahid berkaca dari negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika, orang menjadi anggota dewan itu selama berperiode-periode. Karena memang masyarakatnya masih menghendakinya. “Sampai orang-orang yang mendukungnya tidak menghendakinya lagi, baru saya berhenti,”ujarnya.
Lili Wahid benar-benar menikmati perannya sebagai anggota DPR.  Sebagai wakil rakyat, Lili Wahid tidak takut untuk menyuarakan kebenaran. Prinsipnya, katakanlah yang benar meski itu pahit.
Dan puncak keteguhan hati Lili Wahid akan kebenaran terjadi saat sidang paripurna  di DPR. Lili Wahid berdiri sendiri untuk menyuarakan kebenaran. Sebab Lili Wahid menyakini bahwa proses bailout Bank Century itu menyimpang adanya, walaupun seluruh anggota fraksinya menyatakan tidak. “Ini adalah suara hati nurani, dan saya meyakini sebagai kebenaran. Prinsipnya, katakanlah yang benar meski itu pahit.” tegasnya.
Namun sikap berani Lili Wahid ini bukan tanpa resiko. Petinggi partainya sempat marah hingga muncul isu akan direcall dari keanggotaan FKB DPR. Akan tetapi sekali lagi, Lili Wahid tidak gentar.  
Lili Wahid justru menantang sejumlah pimpinan PKB yang merasa tidak setuju dengan sikapnya itu. Bagi Lili Wahid keterlibatannya dalam mengungkap kasus Century membawa hikmah tersendiri. Satu hal yang  membuat Lili Wahid bangga sebagai anggota DPR adalah hubungan emosional dan pribadi antara masyarakat yang memilih dan mendukungnya menjadi anggota dewan semakin dalam. “Hubungannya sudah sampai ke tingkat emosional, kalau tadinya hanya sebatas sebagai konstituen saja. Tetapi dalam kasus Centrury, hubungan itu sampai ke lubuk hati yang paling dalam. Mereka malah semakin mencintai saya, dan mereka berpikir bahwa saya berjuang bukan hanya untuk partai saja, tetapi juga berjuang untuk mereka,”ujarnya.

Senin, 27 September 2010

Diaz Gwijangge, S.Sos: Pembela Kaum Tertindas

Diaz Dwijangge mengabdikan hidupnya berjuang demi menegakkan keadilan dan hak asasi manusia (HAM) ditanah Papua. Namanya menjadi sumber inspirasi dan obor api semangat bagi segenap pejuang keadilan dan HAM di negeri ini. Lantas apa yang membuat lelaki kelahiran Mapnduma ini tertarik ke dunia politik?


Naskah: Alex Marten Jeramun
Bagi masyarakat Papua, Diaz Gwijangge bukanlah nama yang asing. Mereka sangat familiar dengan nama pria berewok ini. Maklum, Diaz banyak menghabiskan waktu bersama masyarakat dibumi paling Timur Indonesia ini. Diaz terlibat aktif dalam kegiatan advokasi masyarakat di bumi Cenderawasih ini. Dikalangan masyarakat Papua sendiri, Diaz juga dikenal sebagai seorang teladan yang berani dan tanpa pamrih selalu hadir paling depan membela orang-orang tertindas.
Pilihan Diaz membantu masyarakat memperjuangkan hak-haknya bukan tanpa resiko. Diaz mempunyai pengalaman menyeramkan saat menyiapkan sebuah lokakarya di Biak. Lokakarya ini diselenggarakan beberapa gereja di dunia dengan sponsor gereja-gereja di Jerman, gereja-gereja di Papua, dan Elsham Papua. Kegiatan itu terkait resolusi konflik. “Saat itu saya dan rekan saya ditabrak. Teman saya tewas di tempat, sedangkan saya menderita patah tulang. Saya bersyukur karena masih diberi umur panjang oleh Tuhan. Sejak 2000 hingga 2008 saya menggunakan tongkat. Puji Tuhan, sekarang saya sudah melepaskan tongkat,” kata Diaz mengenang.
Meski mendapat ancaman seperti itu, toh tak menyurutkan perjuangan Diaz dalam upaya mengadvokasi masyarakat. Baginya, insiden tabrakan merupakan konsekuensi dari pilihan sikap bersama masyarakat. Justru jiwanya merasa terusik jika tidak membantu masyarakat. “Ini sudah menjadi panggilan jiwa,” tandasnya.
Bagi Diaz, sarana perjuangan membantu masyarakat tidak hanya melalui jalur LSM. Ibarat pepatah, banyak jalan menuju Roma, itulah prinsip Diaz. Diaz percaya, berjuang demi kepentingan masyarakat bisa ditempuh dengan dengan berbagai macam cara dan jalan. Bisa lewat jalur LSM dan bisa juga dengan jalur politik.
Awalnya, Diaz tidak terlalu suka dengan dunia politik. Karena, memang Diaz kurang tertarik. Tetapi tidak ada pilihan lain bagi Diaz, ketika perjuangannya dari luar membentur tembok tebal. Diaz merubah jalur perjuangannya dengan masuk politik. Maka pada 2009 lalu, Diaz tidak menyia-nyiakan tawaran Partai Demokrat untuk menjadi calon legislatif. Tanpa berpikir panjang lagi, Diaz menerima tawaran PD. Inilah awal dari sebuah lompatan besar dalam diri Diaz.
Dengan modal kepercayaan diri yang sangat tinggi, Diaz mencalonkan diri sebagai calon legislative asal Papua dari Partai Demokrat. Jebolan Antropologi Fisip Universitas Cenderawasih ini akhirnya terpilih sebagai anggota DPR RI dari Papua “Saya akhirnya terpilih dengan suara sebesar 59.921. Saya terpilih bareng Pak Fredy Numberi dan Ibu Etha Bullo,” kata Diaz
Sebenarnya, apa motivasi Diaz terjun ke panggung politik praktis? Motivasi Diaz sangat sederhana. Diaz ternyata merasa kecewa karena perjuangan membela hak masyarakat selama bertahun-tahun tidak terakomodir oleh pembuat kebijakan.
Teriakan LSM dari luar justru dianggap angin lalu oleh pembuat kebijakan. Padahal, banyak masukan dari LSM yang bisa diadopsi oleh pembuat kebijakan, khususnya terkait dengan kebijakan HAM di Indonesia. “Saya ingin berjuang meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua lewat jalur politik. Anda tahu sendiri, tingkat kesejahteraan masyarakat Papua masih tertinggal jauh dibanding daerah lain. Ini sebuah komitmen yang tidak muluk-muluk. Saya akan buktikan itu,” jawabnya
Meski sudah terpilih menjadi anggota DPR, Diaz tidak akan pernah lupa akan tanah Papua. Justru motivasi dan semangatnya semakin terpompa tatkala menjadi wakil rakyat. Komitmennya membantu semakin menggelora. Apalagi secara substansi kata Diaz, perjuangan melalui jalur resmi legislative dengan pejuang HAM tidak terlalu jauh berbeda. Yang berbeda, ujarnya cuman wadah atau sarana perjuangannnya. Sementara content perjuangannya sama. “Substansinya, ya sama-sama berjuang untuk kepentingan masyarakat. Jika dulu saya berteriak dari luar untuk memperjuangkan hak asasi maka setelah menjadi wakil rakyat, saya berteriak dari dalam. Paling tidak, saya ikut mempengaruhi setiap kebijakan politik yang menyangkut hak asasi manusia di Indonesia, baik itu menyangut UU, politik anggarannya, pengawasannya dll,” ujarnya.
Bagi Diaz, posisi sebagai wakil rakyat hanyalah sebuah amanah yang ada masanya. Jabatan wakil rakyat hanya 5 tahun lamanya. Tetapi perjuangan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Papua tidak pernah mengenal masa. Ini harus menjadi komitmen perjuangan seumur hidup sebagai anak yang lahir dari rahim bumi Papua. “Hidup masyarakat Papua harus diperhatikan,” ujar anggota DPR kelahiran Mapnduma, Papua, 27 November 1974.
Sebagai wakil rakyat asal Papua, Diaz berusaha untuk memaksimalkan perannya agar bisa menjadi penyambung kebijakan pusat dan daerah. Kebijakan pemerintah pusat dan daerah harus seiring-sejalan. Ini sangat penting sehingga tidak akan terjadi hambatan di tengah jalan.
Bagi tutur suami dari Heriana Nirigi, AMD. PAR, perannya sebagai wakil rakyat dijalankannya dengan sepenuh hati. Diaz mempertaruhkan semua potensi yang dimilikinya dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagai wakil rakyat. “Rakyat mempercayakan aspirasinya melalui wakil rakyatnya. Segala sesuatu yang kita lakukan tentu akan sangat hati-hati karena menjaga kepercayaan masyarakat. Kita tentu tetap menjaga kontrak politik yang sudah kita buat. Nah, kalau itu berjalan bagus maka saya percaya Partai Demokrat tetap eksis dan mendapat kepercayaan masyarakat,” tutur ayah tiga orang putri ini.


Tidak Suka Politik
Sejujurnya, Diaz bukanlah orang yang sreg dengan panggung politik. Justru awalnya, Diaz alergi alias tidak terlalu suka dengan hiruk pikuk di panggung politik Indonesia meskipun dunia politiknya sudah dikenalnya sejak lama. “Saya sebenarnya orang yang tidak respek dengan politik. Karena memang latar belakang saya bukan dari keluarga politik. Ayah dan Ibu saya bukan politisi,” akunya.
Sebagai putra asli Papua, Diaz tidak hanya sekedar beretorika dalam memperjuangan kemakmuran rakyat Papua. Diaz akan berjuang memperbaiki persoalan hak asasi di Papua. Selama ini, banyak pelanggaran hak asasi di Papua. Tidak hanya itu saja. Diazpun berkomitmen untuk memperbaiki masalah pendidikan dan kesehatan masyarakat di bumi Papua. “Selama ini, sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, kalau Papua memang masih tertinggal dibanding dengan daerah lain di Indonesia. Ini sudah menjadi komitmen politik saya sebagai wakil rakyat dari Papua,” ujarnya.
Meski demikian katanya, upaya pembenahan Papua tidak akan berhasil kalau tidak mendapat dukungan dari pemerintah. Karena itu katanya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, harus menginventarisir semua persoalan yang ada di Papua.
Setelah itu dilakukan evaluasi guna menemukan jalan keluarnya. Rasa cinta ayah dari Desiana V. Nuinindi Gwijangge, Mathreecia R Sarafina Gwijangge dan Grace Ester Imanuella Gwijangge akan tanah Papua memang luar biasa tinggi. Lihat saja, semua masa kecilnya, dia habiskan di bumi Cendrawasih ini. Demikian juga dengan pendidikan, mulai tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, semua diselesaikannya di Papua.
Kini Diaz sudah menjadi wakil rakyat. Tentu banyak sekali perubahan yang terjadi. Namun satu yang tidak pernah lupa adalah komitmennya yang selalu “Berjuang untuk Rakyat yang Tak Bersuara.”

Ir. Fary Djemi Francis, MMA: Wakil Rakyat Harus Tidur di Rumah Rakyat

Menjadi wakil rakyat bagi Ir. Fary Djemi Francis, MMA tidak hanya sekedar bertemu dan berjabat tangan dengan masyarakat, tetapi harus benar-benar mengetahui dan merasakan langsung apa yang dirasakan masyarakat di desa-desa. Anggota DPR RI dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) inipun punya cara unik untuk menyapa konstituennya yakni dengan tidur berbaur di rumah rakyat.


Naskah: Alex Marten Jeramun
Kemitraan sejati, adalah sebuah keniscayaan dalam suatu simbiosa yang mutualistik. Keterbukaan dan kerelaan untuk berbagi menjadi syarat utama dalam membangun dan melestarikan kemitraan sejati itu. Dalam semangat “berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dan berat sama dipikul, ringan sama dijinjing” Fary demikian tokoh ini disapa datang menemui konstituennya. Dan seperti yang biasa dilakukannya sebelum menjadi anggota DPR, Fary datang ke desa, tinggal dan membaur dalam kondisi apa adanya di masyarakat. Dalam semangat kemitraan sejati itulah keduabelah pihak, anggota DPR dan masyarakat konstituen maupun simpatisannya saling menyerap aspirasi yang sesungguhnya. Di situlah DPR melakukan observasi suasana masyarakat berkaitan dengan terbatasnya ketersediaan air bersih, dan infrastruktur pendukung sosial, ekonomi, kesehatan, pertanian, dll.
Ramah, pandai bergaul dan dekat dengan konstituen, itulah kesan yang melekat dalam diri seorang Fary. Pengalaman 20 tahun terlibat langsung di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) membuat wakil rakyat asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ini peka terhadap persoalan-persoalan riil rakyat kecil. Maklum, dalam kurun waktu itu, Fary keluar masuk kampung maupun desa dan ikut merasakan kehidupan sebagai masyarakat pedesaan.
Kebiasaannya itu terus dibawanya hingga kini menjadi anggota DPR. Lihat saja apa yang dilakukan Fary saat melakukan kunjungan kerja ke Kupang, tepatnya ke Lakekun Barat, Kecamatan Kobalima. Guna menyerap aspirasi masyarakat, Fary tak canggung-canggung bermalam di rumah warga sekitar. Padahal sebagai anggota dewan, Fary mendapat fasilitas hotel oleh Sekretariat. Fary lebih memilih berbaur dengan masyarakat kampong. “Belum ada yang berubah dalam diri saya sekalipun saya sudah menjadi anggota DPR,” ceritanya.
Fary tidak ingin dicap sebagai wakil rakyat seremonial yang hanya datang berjabat tangan dengan konstituen. Tetapi Fary ingin menemukan persoalan pokok masyarakat yang banyak dikeluhkan oleh mereka. “Ini sebagai bentuk pendidikan politik. Artinya kita tidak berpikir untuk masyarakat tetapi juga dapat menjadi bagian dari masyarakat. Dan untuk menjadi bagian hidup dari masyarakat, kita harus tidur di rumah-rumah warga sekitar. Mungkin saja dulu, saya pernah berbaur dengan mereka, tetapi persoalan dulu dan sekarang sangat berbeda,”terang wakil rakyat dari Dapil NTT II (Timor, Sumba, Rote, Subu, Semau).
Rela Tak Mandi
Tak hanya berbaur dengan masyarakat, lulusan master agrobisnis IPB juga melakukan aksi simpatik lainnya. Fary bahkan rela seharian tidak mandi untuk merasakan nasib warga Usapimnasi, Kecamatan Polen. Maklum, warga didesa ini dikenal sebagai desa yang sulit mendapatkan air bersih. “Saya ingin bersama masyarakat merasakan langsung persoalan yang mereka hadapi. Kami ingin mendengar dan merasakan apa yang dialami warga setempat setiap harinya,” ujarnya.
Fary merasakan betul apa yang dialami masyarakat itu. Apalagi, persoalan air ini sudah menjadi persoalan hidup mereka dari tahun ke tahun. Sebenarnya kata Fary sumber air ada di wilayah itu. Tinggal bagaimana pemerintah dan warga membuat sentuhan-sentuhan melalui program Pamsimas atau PPIP. Pemerintah katanya harus berupaya untuk mendekatkan sumber air ke permukiman sehingga warga punya waktu produktif untuk kegiatan. Dengan sumber air yang dekat, masyarakat lebih mudah meningkatkan pendapatan, “Saya mengharapkan masyarakat terlibat, menjaga dan memelihara (fasilitas air) sehingga bisa dipakai sepanjang masa,” terangnya.
Menurutnya, seluruh komponen bangsa harus berkerja keras guna mengharmonisasikan visi misi yang disesuaikan dengan pembangunan di daerah-daerah. Artinya, pusat harus fokus ke daerah untuk mendukung program di pemerintah daerah. “Misalnya saja di NTT ada gerakan prioritas NTT sebagai daerah produksi jagung, peternakan dan Koperasi. Nah disitu harusnya pemerintah fokus mendukung program daerah,”papar Direktur Increase dan in house consultant pada beberapa lembaga bantuan keuangan seperti JICA, GTZ,Plan Unicef, iinet Japan, Care ini.
Sebagai wakil rakyat, Fary akan berjuang bagaimana politik anggaran itu diarahkan untuk pembangunan desa, terutama untuk desa dikawasan timur Indonesia. Meski demikian, perjuangan ini tidak mudah. Karena politik anggaran itu lebih mengutamakan Jawa. Buktinya, sekitar 65% anggaran itu diperuntukan bagi pembangunan di Jakarta.
Sementara dikota-kota besar lainnya, sekitar 25%. Sedangkan 7%-13% beredar di
desa-desa. “Jadi, perjuangan saya, bagaimana politik anggaran itu lebih berpihak ke desa-desa.
Kenapa? Karena sekitar 69% orang-orang yang dikategorikan miskin itu tinggal didesa. Dan mata pencaharian mereka itu petani,”terang ayah 3 orang anak ini.
Kebetulan Fary memang lahir dari keluarga politisi. Sang ayah adalah anggota DPRD Propinsi Timor-Timor (waktu itu) sebagai wakil FTNI. Setelah pensiun, ayah masuk menjadi kader Partai Golkar. Namun demikian, sang ayah tidak pernah mengarahkan Fary agar menjadi politisi. “Politik itu mengalir saja. Saya tidak berpikir menjadi politisi,” ujarnya.
Dunia politik bagi Fary sebenarnya terjadi secara kebetulan. Justu, awalnya, Fary tidak terlalu suka dengan dunia politik. Keterlibatan bergabung bersama Gerindra tanpa disengaja. “Saya ini vini vidi vici artinya saya datang langsung menang. Bahkan saya ini tidak menjadi pengurus di Gerindra seperti Pengurus DPP, bahkan DPD Gerindra, hanya diminta bergabung dengan Gerindra,”terang Suami dari Yoza O Johanes ini.
Justru Fary sangat menikmati pekerjaan sebelumnya sebagai LSM. Diapun pernah menjadi adviser pemerintahan Jepang untuk mamantau semua program-program yang diberikan kepada pemerintah Indonesia. “Saya itu, orang Indonesia yang paling tinggi jabatannya sebagai tenaga ahli,” tuturnya.
Pilihan masuk parpol katanya bukan keputusan yang mudah. Saat diajak bergabung Gerindra, Fary melakukan kontemplasi. Sejumlah rohaniwan didatanginya sebelum membuat keputusan. Setelah mendengar masukan rohaniwan, Fary berihtiar terjun ke dunia politik. Fary meminta petunjuk Tuhan. Dan Tuhan langsung menjawabnya. Tuhan ternyata memiliki rencana lebih besar bagi seorang Fary. “Setelah dari rohaniawan saya bertanya kepada keluarga bahkan mereka tidak menolak saya bergabung di dunia politik dan maju sebagai calon legislatif saat itu,”ceritanya.
Bahkan saat pencalegkan, Fary, tidak pernah mengeluarkan uang satu senpun saat maju mendaftarkan menjadi calon legislatif (caleg) di Partai Gerindra. Bahkan saat itu, tambahnya, masih berlaku nomor urut bukan suara terbanyak, hingga MK akhirnya memutuskan suara terbanyak. “Saya buktikan bahwa saya penduduk asli juga mampu menjadi anggota dewan,”terang Pria yang menang suara sebesar 18 ribu suara bersaing dengan Politisi kawakan seperti Setya Novanto, Charles Mesang, Herman Hery.
Dia menambahkan, dari 7 kursi, sebesar 6 kursi berasal dari Pusat DKI Jakarta. “Saya sendiri yang berasal dari Kupang,”terang Fary bangga.
Fary melanjutkan,seluruh anggota dewan harus membangun pendekatan dengan masyarakat, bukan pendekatan seperti sinterklas. Kini, Fary menjadi wakil rakyat di Senayan. Namun satu hal yang tidak pernah dilupakannya adalah “Saya Tetap Merasa Hanya Orang Biasa Untuk Orang Biasa”

Tetty Kadi Bawono: Belajar Kejujuran Berpolitik dari Sang Ayah

Dunia politik bagi Tetty Kadi Bawono atau yang akrab disapa Tetty Kadi ternyata bukan dunia baru. Sejak 1971, Tetty terlibat di Partai Golkar meski hanya sebagai artis pendukung. Akan tetapi, masa-masa inilah awal keterlibatan Tetty karena pada tahun 1986, Tetty menjadi pengurus Golkar.


Naskah: Alex Marten Jeramun
Masyarakat Indonesia yang hidup di era tahun 1960-an tentu tidak asing dengan Tetty Kadi. Nama ini terus melegende hingga kini lewat beberapa lagu yang dibawakannya. Tembang-tembang yang dinyanyikannya tidak pernah lekang dimakan waktu. Misalnya, lagu Ohhh Bunga Mawar yang diciptakan Alm A Riyanto. Lagu ini mengisahkan seorang gadis cilik, ada yang suka tetapi masih kecil dan belum bisa dipetik. Lagu ini masih sangat digandrungi hingga kini. Wanita yang kini menjadi anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar mengaku keberadaannya tiga puluan tahun lalu sebagai penyanyi remaja sangat membantunya dalam menggapai mimpi menjadi seorang politisi yang berkiprah di parlemen saat ini.
Memang bagi filsuf Willyam Shakespeare nama tidaklah begitu penting tetapi bagi Tetty nama sangat berarti bagi perjalanan hidupnya. Karena, apa yang dipetiknya saat ini tidak terlepas dari eksistensi namanya yang telah diinvestasikan sejak menjadi penyanyi remaja. “Dulu nama saya Maria Teti Kadi tetapi sekarang nama saya Tetty Kadi Bawono dan ini merupakan pemberian dari bapak. Jadi di politik semua orang berusaha mencari nama, memperkenalkan diri untuk partai, seorang aktivis beruntung. Dan saya betul-betul sudah sangat beruntung dengan nama yang sudah sangat dikenal untuk seluruh Indonesia,” ujar wanita yang sudah menyanyi sejak
kelas 2 SMP ini .
Nama itu membuat Tetty bisa berkomunikasi leluasa dengan banyak figure. Seperti dalam sebuah pertemuan dengan ibu-ibu seluruh Indonesia. “Begitu selesai presentasi materi tentang perempuan dan diperkenalkan saya sebagai Tetty Kadi langsung semua peserta bertepuk tangan. Ada yang minta foto bersama. Jadi saya bersyukur sekali di beri nama yang cukup terkenal di Indonesia . Bahkan di Singapura dan Malaysia,” kenangnya .
Sosok Ayah
Kesuksesan yang diraih Tetty saat ini tidak lepas dari sosok seorang ayah, Alm. Kadarusman Kadi. Tetty benar-benar mengagumi sang ayah.Bakat politik yang ada dalam diri Tetty diturukan dari gen ayah. Tak heran, jika Tetty mengidolakan sang ayah. Di mata Tetty, ayahnya adalah guru politiknya. Sehingga Tetty banyak belajar dari ayah. “Beliau adalah sosok militer dengan pangkat terakhir Kolonel. Di juga pernah menduduki beberapa posisi penting di pemerintahan, seperti Dirjen di Depdagri dan juga anggota DPR RI dari fraksi Golkar. Jadi saya tergembleng benar oleh ayah, yang memang seorang politisi, seorang tentara. Namun sangat mengerti mengenai pemerintahan,” ujarnya.
Figur ayah bagi Tetty tidak sekedar ayah biologis saja, tetapi juga sumber inspirasinya. Sang ayah kata Tetty sangat jujur, tegas dan pandainya luar biasa. “Dia pernah kritik saya. Katanya kuliah satu semester tetapi mahasiswa cuma dikasih introduction saja. Setelah itu ayah membeli buku yang tebal sekali buat saya. Dalam bahasa Inggris pula. Dia yang mengajar saya untuk berdisikusi dengan teman-teman kuliah. Sekarang mereka sudah menjadi pejabat semua,”
ceritanya.


Sosok sang ayah dengan segala kelebihannya benar-benar dirasakannya saat ini. Semua yang dipelajari Tetty sejak sejak kecil terasa sekali manfaatnya hingga saat ini. Sang ayah sangat jujur dan tidak macam-macam. Sehingga jangan heran hingga usia pensiun, ayah tidak mempunya harta dan uang. Bahkan semua semua mobil dan fasilitas kantor ketika menjadi Dirjen diserahkan kembali ke kantor ketika masa jabatannya berakhir. Setelah itu, kemana-mana ayah selalu naik kendaraan umum. Jadi kejujuran itu nomor satu,”kenangnya.
Lalu kapan sebenarnya mulai tertarik menjadi politisi? Tetty menceritakan setelah menikah, praktis semua kegiatan tarik suara ditinggalkannya. Waktunya, lebih banyak habis bersama ayah. Dari situlah ayah kemudiannya untuk masuk menjadi kader Golkar karena pada saat itu ayah menjadi pengurus pusat Golkar.
Keseringan bersama ayah sebagai ajudan, lambat laun minatnya ke politik pun tumbuh. Selalu ada pertanyaan yang diajukan ketika berdiskusi politik dengan ayah. Ayah juga seorang intel yang mengetahui banyak hal namun tidak sembarangan memberi informasi termasuk kepada istri sekali pun. Namun ayahnya begitu terbuka soal politik dengannya.


Rupanya sang ayah mengetahui bakat politik yang tumbuh dalam dirinya. Feeling sang ayah benar adanya. Tetty kerap bediskusi tentang politik dengan ayah. Bahkan ketika pergi show ke daerah-daerah ayah selalu memberi kesempatan kepadanya untuk berdialog dengan para pejabat di daerah.


Dalam interaksi dengan masyarakat di daerah, Tetty menanyakan banyak hal tentang daerah yang dikunjungi. Lama-lama terasah juga. “Jadi feeling politik itu dibangun dalam proses yang sangat panjang. Sejak SMP sebenarnya saya sudah mengenal politik dari ayah. Saya mendapat seorang sosok guru yang paling saya idolakan yakni ayah saya sendiri,” imbuhnya.
Selain sang ayah, Tetty juga mendapat pelajaran yang berharga dari sang ibu. Ibu adalah sosok yang sederhana. Dia yang mengajarkan tentang kesantunan sebagai seroanga wanita yang baik. “Setelah menikah saya justru mendapatkan suami yang sangat mengerti politik, sehingga kami selalu punya waktu bersama untuk berdiskusi tentang masalah politik,” ceritanya.
Untuk Perempuan
Interaksi Tetty dengan dunia politik sebenarnya terjadi sejak tahun 1971. Waktu itu, Tetty menjadi artis pendukung partai Golkar. Namun seiring dengan perjalanan waktu, Tetty mulai merasa betah dengan politik. Sehingga pada tahun 1986, Tetty menjadi pengurus Golkar Jawa Barat.
Setelah itu, Tetty menjadi Ketua Biro Seni dan Budaya Jawa Barat. Dan terakhir menjadi dewan pertimbangan di Jawa Barat. “Sejak masuk menjadi pengurus di partai sesungguhnya begitu banyak organisasi sosial dan politik yang saya ikuti sebagai pengurus. Saat ini saya termasuk sosok senior diantara kader perempuan Golkar di Jawa Barat,” tegasnya.
Kini Tetty menjadi anggota Komisi VIII DPR RI dan anggota Kaukus Perempuan Parlemen Indonesia (KPPI). Tetty akan berjuang untuk kepentingan politik perempuan, apalagi keterwakilan perempuan sudah terakomodir 30% UU. Ini artinya ada supor yang luar biasa terhadap eksistensi perempuan dalam politik.
Tentunya ada sebuah target besar, ada tanggung jawab Negara kepada perempuan. Memang dengan 30% itu diharapkan bahwa Negara dapat memperhatikan masalah bangsa dan Negara ini yang mayoritas perempuan, remaja dan anak-anak dapat diselesaikan oleh perempuan melalui jalur politik di parlemen. “Jadi memang dengan bergabungnya kita di KPPI sebetulnya merupakan gabungan dari 101 perempuan anggota dewan dan 135 dari DPR RI . Angkatan kami baru dilantik pada Februari 2010 lalu,” imbuhnya.
Menurutnya, pembentukan KPPI dilatari oleh kondisi perempuan Indonesia yang masih memprihatinkan. Sementara berbagai upaya untuk meningkatkan peran perempuan agar setara dengan laki-laki masih belum berhasil selama lebih dari 20 tahun terakhir.
Tetty boleh saja tidak aktif bernyanyi, tetapi suaranya masih dibutuhkan oleh rakyat Indonesia lewat suaranya di parlemen. Teruslah bernyanyi Tetty Kadi.

Jumat, 24 September 2010

Anggota DPR RI, Lazarus, S.Sos, Msi: Terinspirasi Keteguhan Hati Megawati

Jejak politik Megawati Soekarnoputri ternyata berpengaruh kuat pada pembentukan karakter dan perjalanan karier politisi PDI Perjuangan DPR RI, Lazarus, S.Sos, M.si. Dari Mega, putra Kalimantan Barat ini belajar banyak hal, mulai dari soal etika politik hingga komitmen terhadap wong cilik.

Naskah: Alex Marten Jeramun
Awalnya, Lazarus tidak terlalu tertarik dengan hiruk pikuknya dunia. Disaat banyak orang bicara soal politik, Lazarus justru asyik dengan dunianya sebagai karyawan di sebuah perusahaan minyak di Kalimantan Barat. Namun pada tahun 1999, perubahan besar terjadi. Diam-diam, Lazarus tertarik dan mulai terjun ke dunia politik.
Persinggungan Lazarus dengan dunia politik berawal dari rasa simpatinya terhadap perjuangan Megawati Soekarnoputri dalam menegakan demokrasi di tanah air. Lazarus merasa teriris hatinya melihat begitu teraniayanya putri proklamator RI ini. Sejak saat itu, dia membulatkan tekadnya untuk terjun kedunia politik. “Perjuangan ibu Mega dalam memperjuangkan demokrasi di Indonesia terus saya amati. Pelan tetapi pasti, saya mulai jatuh cinta dengan komitmen perjuangan ibu Mega dan ini mempengaruhi saya terjun kedunia politik praktis,” kenang Lazarus.
Maka, ketika PDI Perjuangan berdiri pada tahun 1999, Lazarus bergabung dengan partai moncong putih. Lazarus kemudian terpilih menjadi salah seorang pengurus PDI Perjuangan tingkat kecamatan di kabupaten Sintang, Propinsi Kalimantan Barat.
Seiring dengan perjalanan waktu maka pada tahun 2004, Lazarus maju sebagai calon legislative untuk tingkat kabupaten Sintang. Lazarus terpilih dan kemudian menjadi Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sintang periode 2004-2009. Sedangkan di level partai, Lazarus sudah menjadi pengurus DPC PDI Perjuangan tingkat Kabupaten Sintang sejak tahun 2001.
Dewi fortuna tampaknya menaungi perjalanan hidup Lazarus. Pada tahun 2005, Lazarus terpilih menjadi pengurus DPD PDI Perjuangan Propinsi Kalimantan Barat. Dan hingga saat ini, Lazarus masih menjadi pengurus. Setelah lima tahun menjadi anggota DPRD dan pengurus partai, Lazarus sudah mulai merasa nyaman. Lazarus juga sudah merasakan kalau jalur politik yang dipilihnya sudah menjadi jalan hidup. Maka tak heran, jika pada pemilu legislative 2009 yang lalu, Lazarus mencoba peruntungan baru dengan menjadi caleg DPR RI.
Pilihan menjadi caleg DPR RI bukan tanpa rintangan. Dukungan dari teman-teman minim sekali. Singkatnya, teman-teman kurang memberi support seputar langkah pencalegan DPR RI ini.
Keraguan teman-temannya ini sangat beralasan. Maklum, Lazarus yang berasal dari kabupaten harus bersaing dengan begitu banyak kandidat DPR RI. Asal tahu saja, ada sekitar belasan anggota DPR aktif yang menjabat pada periode 2004-2009 yang mengambil Dapil Kalimantan Barat. Ditambah lagi dengan mantan gubernur, anak gubernur, mantan Ketua DPRD hingga Mantan Sekda Propinsi Kalimantan Barat. Belum lagi kemampuan financial dari para caleg ini yang boleh dibilang sangat mapan.
Namun munculnya para pesohor politik ini ternyata tidak membuat Lazarus ciut. Lazarus malahan merasa senang dan tertantang memiliki pesaing politik seperti mereka ini. Tekad Lazarus sudah bulat. Tidak ada pilihan lain, selain terus maju. Lazarus berkeyakinan bisa terpilih menjadi wakil rakyat di Senayan. Pengalaman selama menjadi anggota DPRD cukup memberinya kekuatan. Apalagi, hubungannya dengan konstituen atau masyarakat di Kalimantan Barat sangat baik. Sehingga Lazarus yakin kalau bisa mengambil satu dari 10 jatah kursi DPR RI dari dapil Kalimantan Barat. “Dan puji Tuhan, singkat cerita, saat pemilu digelar, hasilnya bisa memutarbalikan semua prediksi. Semua keraguan bisa terjawab. Saya yang berasal dari antah berantah kalau dilihat dari latar belakang politik , ekonomi, pengalaman dan factor senioritas, ternyata berhasil mengalahkan para politisi incumbent. Bahkan saya meraih posisi nomor 3 peraih suara terbanyak di Kalimantan Barat dengan raihan suara mencapai 87 .000 suara. Dengan hasil ini, saya berhak mendapat satu jatah kursi dari Kalimantan Barat untuk DPR RI,” ungkap anggota Komisi V ini.


Faktor Mega
Sukses Lazarus menjadi politisi ternyata tidak terlepas dari pengaruh ataupun andil sejumlah tokoh politik. Salah satunya adalah Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Bahkan, Mega sekaligus menjadi guru politiknya. “Ibu Mega ini banyak sekali memberi inspirasi bagi saya untuk terus berjuang demi perbaikan kehidupan demokrasi di Indonesia. Tentu dengan prinsip kesederhanaan,” katanya.
Bagi Lazarus, pengaruh figure Ibu Mega itu luar biasa. Komitmennya terhadap wong cilik tidak perlu diragukan lagi. “Kita ini kan berasal dari daerah, hidup dipedalaman dan orang-orang yang teraniaya sebenaranya dari sisi pembangunan. Kalau Kalimantan itu kan salah satu wilayah yang kekayaan alamnya digerogoti, tetapi wilayahnya tidak dibangun. Ketidakadilan itu kita rasakan,” tuturnya.
Dan ketika melihat Mega teraniaya, rasa simpati dan empati secara otomatis muncul. “Inilah yang turut mendorong saya untuk terjun ke politik. Sehingga saya memutuskan kalau PDI Perjuangan inilah partai yang paling cocok bagi saya berkarya. Ibu Mega ini memang pemimpin partai politik yang saya idolakan. Sehingga meneguhkan hati saya agar menjadikan politik sebagai pilihan hidup,” ceritanya.


Anak Petani
Masa kecilnya dihabiskan di Kalimantan Barat. Di kota inilah, Lazarus tumbuh dan berkembang. Namun jangan berpikiran kalau Lazarus berasal dari keluarga politisi. Orang tuanya ternyata hanyalah petani bahkan tidak sempat menyenyam pendidikan. Lazaruspun merasakan hidup dengan segala keterbatasan. “Penderitaan itu sudah cukuplah. Kalau melihat latar belakang keluarga, saya juga tidak percaya bisa ada di sini sekarang (menjadi anggota DPR RI_red). Rupanya Tuhan memiliki rencana yang indah dan luar biasa yang sulit diprediksi sehingga saya bisa menjalani karier dengan baik. Puji Tuhan, sampai hari ini, Tuhan masih memberi kesempatan hingga saya menjadi anggota DPR,” tuturnya.
Sebagai politisi, Lazarus tidak menutup mata dengan sejumlah persoalan serius di tanah air. Khususnya soal pemerataan pembangunan. Hingga saat ini katanya, pembanguan ini masih belum adil, khususnya buat daerah Kalimantan dan Indonesia Bagian Timur secara umum. Fakta membuktikan, alokasi anggaran masih cenderung ke Barat dan pulau Jawa. Dan terkesan alokasi anggaran masih terkosentrasi untuk daerah-daerah yang maju dengan alasan penghasilan daerahnya tinggi. Padahal, PAD yang tinggi ini hanya semacam pembenaran politik. Coba lihat, Kalimantan dan Papua yang begitu kaya, tetapi bagi hasilnya tidak merata. “Jadi, memang politik anggaran kita masih belum adil. Harus kita akui, system yang berjalan ini masih belum adil bagi wilayah yang disebut tertinggal,” katanya.


Tak Ngoyo
Menjadi anggota DPR RI bukanlah puncak karier seorang Lazarus. Namun, Lazarus bukanlah tipikal politisi yang ngoyo. Tetapi siapapun, pasti mempunyai cita-cita, keinginan, kemauan dan tujuan hidup untuk sedapat mungkin bisa berbuat lebih banyak bagi kemajuan daerah dan bangsa Indonesia. “Tetapi saya termasuk orang yang tingkat kehati-hatian dalam melangkah sangat tinggi. Saya tidak kepengen gegabah. Kalau memang masuk dalam hitungan saya maka langkah-langkah politik selanjutnya pasti akan diambil,” ujarnya
Prinsipnya, selama peluang masih terbuka, segala kemungkinan bisa saja terjadi. Apalagi kalau masyarakat menghendakinya. Sebagai politisi, tentu punya banyak osebsi. Namun osebsinya tidak muluk-muluk. Lazarus berkeinginan agar bisa berarti ketika menduduki sebuah jabatan. “Seperti sekarang, saya menjadi wakil rakyat dari Kalimantan Barat. Saya rindu, kalau ada masyarakat yang mengatakan kepada saya..“Pak Lazarus, ternyata berbeda ketika bapak di DPR RI dengan anggota DPR yang lainnya. Ternyata bapak betul-betul menjadi wakil rakyat yang kami harapkan. Jadi, saya ingin masyarakat puas dengan apa yang saya lakukan,” tuturnya.

Rabu, 22 September 2010

HENDARMAN DIBENCI, HENDARMAN DICARI

Hendarman Supandji
Persaingan memperebutkan posisi Jaksa Agung berlangsung ketat. Delapan (8) pejabat karier di Kejakasaan Agung akan beradu dengan calon dari luar gedung bundar. Sementara sisi lain, semangat mempertahankan Hendarman Supandji juga demikian kuatnya. Siapa yang bakalan menang?

Naskah: Alex Marten Jeramun
Usia kedinasan Jaksa Agung Hendarman tinggal menghitung hari. Pada Oktober 2010 nanti, masa pengabdian lelaki kelahiranKlaten, Jawa Tengah, 6 Januari 1947 ini berakhir alias harus pensiun. Itu artinya, korps gedung bundar ini akan memimiliki pemimpin baru. Namun siapa kandidat yang bakalan memimpin Korps Adhyaksa ini, belum jelas.
Memang, wacanauntuk menggantikan Hendarman sudah lama disuarakan. Namun hingga kini, Jaksa Agung itu belum juga diganti. ICW, misalnya, berkali-kali mendesak agar Hendarman diganti. Bahkan baru-baru ini Presiden memberi sinyal untuk melakukan penggantian. Tetapi, bagi pemerintahan SBY, posisi Hendarman antara dibenci dan dicari. Di mata para lawan politik SBY, kinerja Hendarman menuai sejumlah kritik. Di sisi lain, di bawah kepemimpinan Hendarman, posisi SBY aman. Hendarman adalah sosok aparat penegak hukum yang sangat menjaga sopan santun. Bicaranya santun dan tidak ceplas ceplos. Dia sangat melindungi kepentingan atasannya (SBY). Ini menjadi alasan untuk mempertahankan kursiJaksa Agung bagi Hendarman.
Masa depan Hendarman memang masih simpang siur. Ada yang menyebutkan, Hendarman bakalan diganti. Namun ada pula yang ingin mempertahankannya hingga usai KIB II ini. Gerakan mempertahankan alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ini mulai dirancang.
Akan tetapi Hendarman sendiri enggan berspekulasi akan masa depannya. Dengan nada diplomasi, Hendarman menyerahkan nasibnya kepada Presiden. Karena kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan Jaksa Agung adalah hak prerogative presiden. Namun jaksa karier ini , meminta penerusnya adalah sosok yang berani dalam menjalankan tugas penuntutan. Pengganti itu haruslah pejabat karir dari internal kejaksaan. "Kalau pejabat karir itu kan tentunya sejak awal sudah melalui suatu proses panjang pendidikan jaksa,"" paparnya. Meski tak punya calon jago, Hendarman menginginkan penggantinya yang baru berasal dari jaksa karier. "Kalau saya menginginkan dari karier. Karena karier itu sejak awal susah melalui proses jenjang pendidikan jaksa, kemudian juga melalui proses yang panjang," ujarnya.
Pejabat karir tersebut, lanjut Hendarman, bisa berasal dari yang saat ini sudah memiliki jenjang kepangkatan eselon I. Namun, lagi-lagi dia enggan menyebutkan nama. "Tentunya bagi eselon I dan ada fit and proper test. Kan ada delapan (eselon I),"" ujar mantan ketua Timtastipikor tersebut.
Jabatan eselon I di kejaksaan adalah wakil jaksa agung, enam JAM, dan seorang staf ahli. Wakil jaksa agung saat ini diduduki Darmono. Sementara itu, enam JAM tersebut adalah JAM Pidsus M. Amari, JAM Was Marwan Effendy, JAM Intelijen Edwin Pamimpin Situmorang, JAM Pidum Hamzah Tadja, JAM Pembinaan Iskamto, serta JAM Datun Kamal Sofyan. Hendarman boleh saja menjagokan anak buahnya di gedung bundar. Namun dari eksternal juga muncul sejumlah tokoh yang layak menjadi Kejaksaan AGung. Mereka antara lain, Adnan Buyung Nasution, Jimly Asshiddiqie, Todung Mulya Lubis, Hikma­hanto Juwana, Saldi Isra, Busyro Muqoddas dan Bambang Wijoyanto.
Busro dan Bambang bahkan sudah mendapat restu politik dari Senayan, meski dukungan tersebut lebih bersifat personil. “Atas nama pribadi saya melihat kedua nama tersebut memiliki kepatutan, kecocokan, dan kepantasan untuk menduduki jabatan Jaksa Agung," kata Wakil Ketua DPR, Pramono Anung.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak perlu mencari pengganti Hendarman sebagai jaksa agung, tetapi cukup memilih kandidat Ketua Komisi Pemberantan Korupsi (KPK) yang tidak dipilih DPR. "Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto sama-sama punya modal kuat benahi institusi kejaksaan," ujar politisi PPP Lukman Hakim Saefuddin.
Membenahi internal Kejagung memang bukan perkara sederhana. Karena itu, Jaksa Agung pengganti Hendarman harus berasal dari luar kejaksaan atau bukan jaksa karier untuk mereformasi institusi penegak hukum tersebut. “Jaksa agung dari jaksa karier terbukti kinerjanya lebih buruk, sebagai contoh Hendarman Supandji.
Terlihat, tidak adanya perubahan dalam tubuh kejaksaan dan banyak program reformasi yang tidak jalan,” tutur Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Teten Masduki.
Teten menyatakan, tugas jaksa agung amat penting untuk mereformasi kejaksaan. Sehingga, sangat tidak mungkin dilakukan apabila jaksa agung berasal dari internal kejaksaan karena berpotensi menimbulkan benturan kepentingan. “Sebaiknya calon jaksa agung mendatang harus berasal dari luar Korps Adhyaksa yang tidak memiliki konflik kepentingan, berani, kuat, memiliki komitmen tinggi dan berani melakukan perubahan,” ucapnya.

Jaksa Berkualitas
Alih-alih mendukung calon dari luar, Prof Dr Topane Gayus Lumbuun justru berpandangan lain. Politisi dari partai oposisi ini justru mendukung kalau Jaksa Agung diambil dari internal.
Jaksa Agung dari internal akan lebih memahami karakter tugas Kejaksaan. Sedangkan nonkarier sebaiknya mengisi jabatan dilembaga penegak hukum independen. Pengalaman beberapa kali Kejaksaaan dipimpin orang luar Kejaksaan tidak membawa perubahan dan tidak bisa mengatasi masalah pembenahan internal. Karena tidak mendapat dukungan internalnya. "Saya melihat masih banyak kader di Kejagung yang berkualitas dan mampu. Para kader inilah diharapkan bisa mengisi.
Kalau dari luar, pertama harus belajar lagi. Kalau dari partai politik lebih mengkuatirkan lagi. Nanti akan diboncengi kepentingan politik. Karena itu saya mengharapkan teori yang saya gunakan adalah teori membangun suatu sistem dengan mengedepankan fungsional dan struktural," jelasnya.
Dia mengaku banyak usulan agar Jaksa Agung diisi orang luar. Akan tetapi dikhawatirkan, usulan-usulan yang tidak memperhatikan peran struktural dan fungsional permanen justru mencari kesempatan karena menentukan Jaksa Agung adalah domain presiden.
Bagi Gayus, kondisi Kejaksaan saat ini memerlukan pemimpin yang bisa membenahi internalnya. Tetapi bukan berasal dari luar institusi Kejaksaan. Merekrut Kejaksaan dari luar memerlukan waktu yang sangat lama untuk pengenalan karakter lembaga Kejaksaan yang telah memiliki struktur dan fungsi yang permanen.
Desakan dari unsure luar Kejaksaan adalah bentuk kepentingan yang perlu diamati karena menentukan Jaksa Agung adalah kewenangan Presiden. “Pengalaman menunjukkan bahwa orang luar juga tidak menjamin penegakan hukum menjadi lebih baik di negeri ini, malahan sebaliknya lebih buruk,” katanya.
Secara normal prosesnya dipilih sesuai kemampuan dan track record kariernya. Saat ini, politisi PDI Perjuangan ini menilai, Kejaksaan Agung sudah memiliki aspek-aspek fungsional dan struktural. Yang perlu dilakukan saat ini, sambungnya, hanya tinggal membenahi kultur di Kejaksaan saja. Setelah itu terpenuhi, barulah kemudian membangun sarana prasaran dan melakukan reformasi internal. "Saya lebih sreg kalau calon dari dalam. Ini lebih efektif karena lebih mengetahui apa yang terjadi di internal mereka terutama memotong atau memberantas praktek mafia yang ada di internal Kejagung," ujar anggota Komisi III asal Fraksi Partai Amanat Nasional, Yahdil Abdi Harahap.

Dipuji dan Dicaci
Semangat menggusur Hendarman kian menguat. Namun keinginan mempertahankan Hendarman juga sangat luar biasa. “Masa jabatan jaksa agung dibatasi oleh hak prerogative presiden. Bila Pak Hendarman (jaksa agung) masih sangat dinilai layak, bisa saja diteruskan sampai akhir (Kabinet Indonesia Bersatu II). Kalau menurut pandangan beliua perlu diganti, ya diganti, Kebetulan saja waktunya hampir bersamaan (dengan Kapolri dan Panglima TNI),” jelas anggota Komisi III DPR Ahmad Rubaie.
Meski demikian, jaksa agung bukan anggota kabinet. Tapi pejabat yang diberikan wewenang dalam bidang penegakan hukum. Dan untuk menentukan siapa yang akan menggantikan Hendarman Supandji sebagai jaksa agung, dia menyarankan, Presiden SBY lebih mengutamakan dari internal Kejaksaan sendiri atau anak buah Hendarman bukan dari luar. “Sebaiknya yang dipilih Presiden itu jaksa karir. Karena jaksa agung, tugasnya bukan hanya penegakan hukum, tetapi juga diberikan tugas mengembangkan organisasi Kejaksaan. Sehingga jaksa agung yang baru sudah tahu problem dan tahu pula cara mengatasinya,” jelasnya.
Layakah Hendarman dipertahankan? Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho, menilai kinerja Kejagung dibawah Hendarman belum menunjukkan prestasi yang membanggakan. Bahkan beberapa kasus terkait korupsi belum jelas penanganannya. “Enggak ada prestasi luar biasa. Prestasinya biasa-biasa saja,” tutur Emerson.
Salah satu yang disoroti Emerson adalah penangangan kasus dugaan penyuapan yang melibatkan dua pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.“Justru Kejaksaan dianggap sebagai pihak yang melemahkan KPK. Kasus Bit-Chan, sebenarnya solusinya deponeering. Kenapa enggak diambil,” ucap Emerson.
Selain itu, lanjut Emerson, kredibilitas Kejagung dalam menangani kasus korupsi
juga dipertanyakan terkait dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).“Kasus korupsi, yang terbaru Kementerian Luar Negeri. Ada indikasi bahwa Kejaksaan lebih memetieskan kasus-kasus korupsi daripada memprosesnya,” tutur Emerson.
Emerson menyoroti, belum menonjolnya prestasi Kejagung tidak terlepas dari
kepemimpinan Jaksa Agung. Menurut catatannya, tidak ada yang menonjol selama Kejagung dipimpin Hendarman. “Di bawah Hendarman kredibilias menurun. Sejauh ini kan enggak muncul, seperti soal kasus Urip Trigunawan. Kami enggak ada harapan kepada Kejagung. Ini masalah leadership,” tandasnya.
Sayangnya, ICW sendiri tidak memiliki kandidat yang layak menjadi Jaksa Agung.