Rabu, 22 September 2010

HENDARMAN DIBENCI, HENDARMAN DICARI

Hendarman Supandji
Persaingan memperebutkan posisi Jaksa Agung berlangsung ketat. Delapan (8) pejabat karier di Kejakasaan Agung akan beradu dengan calon dari luar gedung bundar. Sementara sisi lain, semangat mempertahankan Hendarman Supandji juga demikian kuatnya. Siapa yang bakalan menang?

Naskah: Alex Marten Jeramun
Usia kedinasan Jaksa Agung Hendarman tinggal menghitung hari. Pada Oktober 2010 nanti, masa pengabdian lelaki kelahiranKlaten, Jawa Tengah, 6 Januari 1947 ini berakhir alias harus pensiun. Itu artinya, korps gedung bundar ini akan memimiliki pemimpin baru. Namun siapa kandidat yang bakalan memimpin Korps Adhyaksa ini, belum jelas.
Memang, wacanauntuk menggantikan Hendarman sudah lama disuarakan. Namun hingga kini, Jaksa Agung itu belum juga diganti. ICW, misalnya, berkali-kali mendesak agar Hendarman diganti. Bahkan baru-baru ini Presiden memberi sinyal untuk melakukan penggantian. Tetapi, bagi pemerintahan SBY, posisi Hendarman antara dibenci dan dicari. Di mata para lawan politik SBY, kinerja Hendarman menuai sejumlah kritik. Di sisi lain, di bawah kepemimpinan Hendarman, posisi SBY aman. Hendarman adalah sosok aparat penegak hukum yang sangat menjaga sopan santun. Bicaranya santun dan tidak ceplas ceplos. Dia sangat melindungi kepentingan atasannya (SBY). Ini menjadi alasan untuk mempertahankan kursiJaksa Agung bagi Hendarman.
Masa depan Hendarman memang masih simpang siur. Ada yang menyebutkan, Hendarman bakalan diganti. Namun ada pula yang ingin mempertahankannya hingga usai KIB II ini. Gerakan mempertahankan alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ini mulai dirancang.
Akan tetapi Hendarman sendiri enggan berspekulasi akan masa depannya. Dengan nada diplomasi, Hendarman menyerahkan nasibnya kepada Presiden. Karena kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan Jaksa Agung adalah hak prerogative presiden. Namun jaksa karier ini , meminta penerusnya adalah sosok yang berani dalam menjalankan tugas penuntutan. Pengganti itu haruslah pejabat karir dari internal kejaksaan. "Kalau pejabat karir itu kan tentunya sejak awal sudah melalui suatu proses panjang pendidikan jaksa,"" paparnya. Meski tak punya calon jago, Hendarman menginginkan penggantinya yang baru berasal dari jaksa karier. "Kalau saya menginginkan dari karier. Karena karier itu sejak awal susah melalui proses jenjang pendidikan jaksa, kemudian juga melalui proses yang panjang," ujarnya.
Pejabat karir tersebut, lanjut Hendarman, bisa berasal dari yang saat ini sudah memiliki jenjang kepangkatan eselon I. Namun, lagi-lagi dia enggan menyebutkan nama. "Tentunya bagi eselon I dan ada fit and proper test. Kan ada delapan (eselon I),"" ujar mantan ketua Timtastipikor tersebut.
Jabatan eselon I di kejaksaan adalah wakil jaksa agung, enam JAM, dan seorang staf ahli. Wakil jaksa agung saat ini diduduki Darmono. Sementara itu, enam JAM tersebut adalah JAM Pidsus M. Amari, JAM Was Marwan Effendy, JAM Intelijen Edwin Pamimpin Situmorang, JAM Pidum Hamzah Tadja, JAM Pembinaan Iskamto, serta JAM Datun Kamal Sofyan. Hendarman boleh saja menjagokan anak buahnya di gedung bundar. Namun dari eksternal juga muncul sejumlah tokoh yang layak menjadi Kejaksaan AGung. Mereka antara lain, Adnan Buyung Nasution, Jimly Asshiddiqie, Todung Mulya Lubis, Hikma­hanto Juwana, Saldi Isra, Busyro Muqoddas dan Bambang Wijoyanto.
Busro dan Bambang bahkan sudah mendapat restu politik dari Senayan, meski dukungan tersebut lebih bersifat personil. “Atas nama pribadi saya melihat kedua nama tersebut memiliki kepatutan, kecocokan, dan kepantasan untuk menduduki jabatan Jaksa Agung," kata Wakil Ketua DPR, Pramono Anung.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak perlu mencari pengganti Hendarman sebagai jaksa agung, tetapi cukup memilih kandidat Ketua Komisi Pemberantan Korupsi (KPK) yang tidak dipilih DPR. "Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto sama-sama punya modal kuat benahi institusi kejaksaan," ujar politisi PPP Lukman Hakim Saefuddin.
Membenahi internal Kejagung memang bukan perkara sederhana. Karena itu, Jaksa Agung pengganti Hendarman harus berasal dari luar kejaksaan atau bukan jaksa karier untuk mereformasi institusi penegak hukum tersebut. “Jaksa agung dari jaksa karier terbukti kinerjanya lebih buruk, sebagai contoh Hendarman Supandji.
Terlihat, tidak adanya perubahan dalam tubuh kejaksaan dan banyak program reformasi yang tidak jalan,” tutur Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Teten Masduki.
Teten menyatakan, tugas jaksa agung amat penting untuk mereformasi kejaksaan. Sehingga, sangat tidak mungkin dilakukan apabila jaksa agung berasal dari internal kejaksaan karena berpotensi menimbulkan benturan kepentingan. “Sebaiknya calon jaksa agung mendatang harus berasal dari luar Korps Adhyaksa yang tidak memiliki konflik kepentingan, berani, kuat, memiliki komitmen tinggi dan berani melakukan perubahan,” ucapnya.

Jaksa Berkualitas
Alih-alih mendukung calon dari luar, Prof Dr Topane Gayus Lumbuun justru berpandangan lain. Politisi dari partai oposisi ini justru mendukung kalau Jaksa Agung diambil dari internal.
Jaksa Agung dari internal akan lebih memahami karakter tugas Kejaksaan. Sedangkan nonkarier sebaiknya mengisi jabatan dilembaga penegak hukum independen. Pengalaman beberapa kali Kejaksaaan dipimpin orang luar Kejaksaan tidak membawa perubahan dan tidak bisa mengatasi masalah pembenahan internal. Karena tidak mendapat dukungan internalnya. "Saya melihat masih banyak kader di Kejagung yang berkualitas dan mampu. Para kader inilah diharapkan bisa mengisi.
Kalau dari luar, pertama harus belajar lagi. Kalau dari partai politik lebih mengkuatirkan lagi. Nanti akan diboncengi kepentingan politik. Karena itu saya mengharapkan teori yang saya gunakan adalah teori membangun suatu sistem dengan mengedepankan fungsional dan struktural," jelasnya.
Dia mengaku banyak usulan agar Jaksa Agung diisi orang luar. Akan tetapi dikhawatirkan, usulan-usulan yang tidak memperhatikan peran struktural dan fungsional permanen justru mencari kesempatan karena menentukan Jaksa Agung adalah domain presiden.
Bagi Gayus, kondisi Kejaksaan saat ini memerlukan pemimpin yang bisa membenahi internalnya. Tetapi bukan berasal dari luar institusi Kejaksaan. Merekrut Kejaksaan dari luar memerlukan waktu yang sangat lama untuk pengenalan karakter lembaga Kejaksaan yang telah memiliki struktur dan fungsi yang permanen.
Desakan dari unsure luar Kejaksaan adalah bentuk kepentingan yang perlu diamati karena menentukan Jaksa Agung adalah kewenangan Presiden. “Pengalaman menunjukkan bahwa orang luar juga tidak menjamin penegakan hukum menjadi lebih baik di negeri ini, malahan sebaliknya lebih buruk,” katanya.
Secara normal prosesnya dipilih sesuai kemampuan dan track record kariernya. Saat ini, politisi PDI Perjuangan ini menilai, Kejaksaan Agung sudah memiliki aspek-aspek fungsional dan struktural. Yang perlu dilakukan saat ini, sambungnya, hanya tinggal membenahi kultur di Kejaksaan saja. Setelah itu terpenuhi, barulah kemudian membangun sarana prasaran dan melakukan reformasi internal. "Saya lebih sreg kalau calon dari dalam. Ini lebih efektif karena lebih mengetahui apa yang terjadi di internal mereka terutama memotong atau memberantas praktek mafia yang ada di internal Kejagung," ujar anggota Komisi III asal Fraksi Partai Amanat Nasional, Yahdil Abdi Harahap.

Dipuji dan Dicaci
Semangat menggusur Hendarman kian menguat. Namun keinginan mempertahankan Hendarman juga sangat luar biasa. “Masa jabatan jaksa agung dibatasi oleh hak prerogative presiden. Bila Pak Hendarman (jaksa agung) masih sangat dinilai layak, bisa saja diteruskan sampai akhir (Kabinet Indonesia Bersatu II). Kalau menurut pandangan beliua perlu diganti, ya diganti, Kebetulan saja waktunya hampir bersamaan (dengan Kapolri dan Panglima TNI),” jelas anggota Komisi III DPR Ahmad Rubaie.
Meski demikian, jaksa agung bukan anggota kabinet. Tapi pejabat yang diberikan wewenang dalam bidang penegakan hukum. Dan untuk menentukan siapa yang akan menggantikan Hendarman Supandji sebagai jaksa agung, dia menyarankan, Presiden SBY lebih mengutamakan dari internal Kejaksaan sendiri atau anak buah Hendarman bukan dari luar. “Sebaiknya yang dipilih Presiden itu jaksa karir. Karena jaksa agung, tugasnya bukan hanya penegakan hukum, tetapi juga diberikan tugas mengembangkan organisasi Kejaksaan. Sehingga jaksa agung yang baru sudah tahu problem dan tahu pula cara mengatasinya,” jelasnya.
Layakah Hendarman dipertahankan? Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho, menilai kinerja Kejagung dibawah Hendarman belum menunjukkan prestasi yang membanggakan. Bahkan beberapa kasus terkait korupsi belum jelas penanganannya. “Enggak ada prestasi luar biasa. Prestasinya biasa-biasa saja,” tutur Emerson.
Salah satu yang disoroti Emerson adalah penangangan kasus dugaan penyuapan yang melibatkan dua pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.“Justru Kejaksaan dianggap sebagai pihak yang melemahkan KPK. Kasus Bit-Chan, sebenarnya solusinya deponeering. Kenapa enggak diambil,” ucap Emerson.
Selain itu, lanjut Emerson, kredibilitas Kejagung dalam menangani kasus korupsi
juga dipertanyakan terkait dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).“Kasus korupsi, yang terbaru Kementerian Luar Negeri. Ada indikasi bahwa Kejaksaan lebih memetieskan kasus-kasus korupsi daripada memprosesnya,” tutur Emerson.
Emerson menyoroti, belum menonjolnya prestasi Kejagung tidak terlepas dari
kepemimpinan Jaksa Agung. Menurut catatannya, tidak ada yang menonjol selama Kejagung dipimpin Hendarman. “Di bawah Hendarman kredibilias menurun. Sejauh ini kan enggak muncul, seperti soal kasus Urip Trigunawan. Kami enggak ada harapan kepada Kejagung. Ini masalah leadership,” tandasnya.
Sayangnya, ICW sendiri tidak memiliki kandidat yang layak menjadi Jaksa Agung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar