Jumat, 10 Februari 2012

Pembangunan Nasional I Penghapusan Utang Angkat Kesejahteraan Rakyat Anggaran Berimbang Jadi Bukti Kemampuan Membayar Utang

Anggaran Berimbang Jadi Bukti Kemampuan Membayar Utang
KORAN JAKARTA
JAKARTA - Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan sistem anggaran berimbang atau balance budget merupakan bukti kuat bahwa pemerintah mampu membayar utang. Selama pemerintah masih menerapkan anggaran defi sit yang ditutup dengan utang, hal itu menunjukkan pemerintah belum mampu melepaskan diri dari kebergantungan terhadap utang.


"Anggaran berimbang bisa mencerminkan kemampuan kita membayar utang. Untuk mencapai itu, diperlukan kemampuan pemerintah untuk lebih efi sien, transparan, dan akuntabel dalam penggunaan anggaran negara dan seberapa besar beban pembayaran utang dapat ditekan dalam pembuatan kebijakan anggaran," kata Direktur Koalisi Anti Utang Dani Setiawan di Jakarta, Kamis (9/2).


Sebelumnya, dikabarkan, penerapan anggaran berimbang bermanfaat untuk meredam nafsu berutang dan mengurangi stok utang lama. Apalagi selama ini pemerintah tidak memunyai konsep pengelolaan utang yang jelas sehingga jumlah utang pada akhir 2011 menjulang hingga 1.803,49 triliun rupiah.


"Kita memang belum mampu keluar dari jerat utang. Akibatnya, pemerintah juga tidak berani mewujudkan anggaran berimbang, kendati pemerintah mencanangkan anggaran berimbang pada 2014," kata pengamat ekonomi dari LPEM FEUI, Eugenia Mardanugraha.


Sedangkan ahli ekonomi kesejahteraan rakyat UGM, Poppy Ismalina, mengatakan terdapat perbedaan mendasar antara pemerintah Indonesia dan pemerintahan negara Uni Eropa terkait konsep pengelolaan utang dalam anggaran negara.


Jika di Uni Eropa, utang dianggap kewajiban negara yang harus dibayar, maka dalam APBN pemerintah Indonesia justru memasukkan utang dalam pos penerimaan negara.


Mayoritas pemimpin negara Uni Eropa sepakat membentuk disiplin anggaran yang lebih ketat agar tidak ikut terjerumus krisis utang di zona euro.


Uni Eropa juga mewajibkan anggotanya untuk menerapkan undang-undang mengenai anggaran yang berimbang. Sebaliknya, pemerintah Indonesia hingga kini belum juga mengendurkan nafsu berutang.


Padahal, pertengahan tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebenarnya telah mengingatkan kepada tim ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu II untuk segera menyusun peta jalan percepatan menuju anggaran yang sehat dan berimbang.


Menurut Presiden, sekuat apa pun ekonomi sebuah negara kalau defi sitnya sangat tinggi, rasio utang terhadap GDP juga sangat tinggi dan terjadi sejumlah keseimbangan, maka ekonomi negara bersangkutan sebenarnya tidak aman sehingga dalam jangka panjang fundamentalmnya tidak kokoh.


Dani mengatakan dengan jumlah total outstanding utang hingga Januari 2012 mencapai 1.937 triliun rupiah yang terdiri atas utang luar negeri 615 triliun rupiah dan surat berharga negara (SBN) 1.322 triliun rupiah, sebenarnya secara riil telah menimbulkan beban pembayaran yang sangat berat dalam APBN.


Dia menambahkan upaya pemerintah membayar utang setiap tahun, baik cicilan pokok maupun bunga, sesungguhnya telah menimbulkan pengorbanan yang besar dari rakyat. Pasalnya, hal itu mengakibatkan pengurangan alokasi belanja untuk pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat.


Perbuatan Tercela


Dani menegaskan salah satu perbuatan tercela yang diwariskan oleh para elite politik, yakni DPR dan pemerintah, adalah mewariskan beban utang bagi generasi yang akan datang.


"Sampai kapan rakyat dipaksa menanggung beban utang hasil perbuatan tidak bermoral para elite yang mengkhianati rakyat sendiri. Dalam pengertian membuat perjanjian utang dengan cara penyerahan kedaulatan bangsa dan untuk memperkaya diri sendiri," imbuh dia.


Oleh karena itu, kata Dani, pihaknya mengusulkan agar pemerintah menempuh upaya pengurangan atau penghapusan beban utang, khususnya warisan utang rezim otoriter Soeharto di masa lalu. Penghapusan utang itu jelas akan berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan rakyat dan kemandirian ekonomi nasional.


Sebab setiap tahun akan tersedia dana sekurang-kurangnya 200 triliun rupiah hasil realokasi pembayaran utang untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan kesejahteraan rakyat, pendidikan, dan kesehatan. lex/nig/yok/WP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar