Rabu, 22 September 2010

Politisasi Kasus Mirandagate

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan secara massal 26 tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan/pemberian travellers cheque (TC) anggota DPR RI periode 1999-2004. Anehnya, KPK belum juga menyentuh sumber semua aib ini yakni sang pemberi suap dan penyandang dana.

Naskah: Alex Marten Jeramun
Membongkar kasus korupsi di Indonesia tidak semudah membalikan telapak tangan. Pasalnya, korupsi di Indonesia sudah masuk kategori korupsi akut. Sehingga untuk membongkarnya dibutuhkan energy extra. KPK sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi juga merasakan betapa tidak mudahnya membasmi korupsi. Apalagi muncul gerakan perlawanan dari para koruptor yang sempat membuat KPK babak belur. Dampaknya, lembaga yang bermarkas di Jl Rasusa Said, Kuningan ini sempat kehilangan legitimasi. Bahkan pernahdicap macan ompong.
Serangan demi serangan ke KPK ini membuat banyak kasus korupsi yang terbengkelai. Salah satu kasus yang nyaris tenggelam adalah kasus dugaan suap dalam kasus pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI).
Bayangkan saja, butuh waktu 8 tahun bagi KPK untuk menjerat para anggota DPR RI periode 1999-2004 yang diduga terlibat suap. Kini, KPK kembali berdiri tegak, meski masih sulit diramalkan seperti apa ending dari kasus travellers cheque. Tetapi paling tidak, sejauh ini, lembaga pemberantasan korupsi ini kembali memperlihatkan taringnya. Simaklah apa yang dilakukan KPK pada awal September 2010 ini. Tak tanggung-tanggung, sebanyak 26 anggota DPR menjadi tersangka baru secara massal oleh KPK setelah menjebloskan empat anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 (Dudhie Makmun Murod (PDI Perjuangan), Endin Soefihara (PPP), Hamka Yandhu (Golkar), dan Udju Djuhaeri (TNI/Polri)) ke penjara.
Gebrakan KPK ini patut dicatat dengan tinta emas. Karena inilah pertama kalinya, KPK berani menetapkan secara masal 26 anggota DPR sebagai tersangka kasus dugaan suap.
Dalam catatan kasus korupsi sebelumnya, belum pernah terjadi pelaku dugaan korupsi ditetapkan sebagai tersangka dalam jumlah yang banyak. Ke-26 anggota dewan itu sebagian terbesar anggota Komisi IX DPR (bidang keuangan), 14 anggota F-PDI Perjuangan, 10 Golkar, dan 2 F-PPP. Para tersangka itu diduga menerima suap dalam pemilihan DGS BI Miranda Swaray Goeltom pada Juni 2004. Dalam pemilihan itu, Miranda mendapat 41 dari 52 suara anggota Komisi IX DPR. Miranda terpilih menggantikan Anwar Nasution.
Dana yang mengalir ke Komisi IX DPR itu mencapai Rp24 miliar dalam bentuk 480 lembar cek perjalanan. Dalam persidangan, terungkap bahwa cek perjalanan diterima dari Arie Malangjudo,
orang kepercayaan Nunun Nurbaeti, seorang pengusaha. Nunun berkali-kali dipanggil hakim dalam persidangan, tapi istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun itu tidak hadir karena sakit.
Kuasa hukum Nunun Nurbaeti, Partahi Sihombing beralasan, kliennya sedang sakit dan tengah menjalani perawatan di Singapura. "Bukan menolak panggilan, tapi tidak mampu untuk didengar keterangannya. Belum bisa karena masih dalam perawatan," tandas Partahi
Kasus cek perjalanan pertama kali dilaporkan kader PDI Perjuangan Agus Condro Prayitno ke KPK pada Juli 2008. Agus mengaku menerima cek perjalanan senilai Rp 500 juta yang diduga terkait dengan pemilihan Miranda. Terungkap pula dari 480 lembar cek perjalanan itu, 74 lembar dicairkan langsung oleh 9 anggota DPR, 71 lembar dicairkan 6 anggota DPR melalui kerabat, serta 335 lembar dicairkan 26 anggota dewan melalui orang lain. "Berdasarkan hasil penyidikan dan fakta di persidangan terhadap terdakwa yang lain dalam kasus yang sama, ditemukan bahwa saat menjadi anggota DPR RI Periode 1999-2004, 26 orang tersebut diduga telah menerima pemberian berupa travellers cheque terkait dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004," ujar Johan Budi SP Hubungan Masyarakat KPK.
Dalam kasus ini, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (2) jo pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Pro dan kontra penetapan 26 politisi ini tak kunjung usai. Yang jelas, semua pegiat anti korupsi memberi apreasi positif atas langkah berani KPK ini. Dengan 26 tersangka baru itu maka telah ada 39 tersangka korupsi dari DPR pada delapan kasus korupsi yang ditangani KPK. Akan tetapi, ICW tetap menunggu kapan KPK menjerat pemberi dana dalam kasus itu.
PDI Perjuangan rupanya tak menerima jika koleganya ditetapkan sebagai tersangka. Mereka tidak tinggal diam. Upaya pembelaanpun dilakukan. Pekan lalu, selama hampir satu jam kader PDI Perjuangan bertandang ke KPK. Tim advokasi PDI Perjuangan yang dipimpin Trimedya Panjaitan. Trimedya didampingi M Nurdin, Achmad Basarah, Ichsan, Imam Suroso, dan Herman Herry. Mereka menyerahkan dokumen pandangan hukum terkait penetapan tersangka 14 kader partai tersebut.Dengan dokumen itu, diharapkan aktor intelektual kasus Mirandagate bisa terbongkar.
Sayangnya, kedatangan rombongan PDI Perjuangan ini dicurigai sebagai bentuk intervensi terhadap KPK. Namun Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanti menjamin proses hukum dalam kasus suap pemilihan DGS BI Miranda Goeltom tidak bisa diintervensi siapa pun. “KPK tidak akan mau diintervensi siapa pun. Karena, hukum dibuat DPR juga. Jadi, mereka pasti tahu bagaimana prosesnya,” papar Bibit.
Pengungkapan kasus suap cek pejalanan merupakan momen kebangkitan kembali KPK setelah sempat mandul akibat upaya kriminalisasi pimpinannya. Karena itu, Febri meminta KPK segera kembali membuat gebrakan dengan mengungkap kasus-kasus korupsi besar lainnya. Ini untuk mengembalikan kepercayaan publik yang sempat luntur kepada KPK. "Kami ingatkan PDI Perjuangan untuk tidak coba-coba intervensi proses hukum. Seharusnya PDI Perjuangan mendorong agar KPK ungkap pemberi dana suap, bukan justru melindungi kader yang terkait korupsi dan mencari tahu serta membongkar siapa aktor intelektualnya,” kata peneliti ICW Febri Diansyah.
Memang, parlemen bereaksi keras dalam kasus penetapan 26 tersangka oleh KPK. Setidaknya reaksi itu datang dari petinggi Partai Golkar dan PDI Perjuangan.
Anggota Fraksi PDIP Eva Kusuma Sundari mengkritik keras penyebutan 18 nama kadernya, yang diduga terlibat kasus traveller's cheque dalam pemilihan Miranda S Goeltom sebagai deputi gubernur senior Bank Indonesia. "Ini ada politisasi kasus. Karena sudah lama tidak bergerak dihidupkan kembali," ujar Eva.
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri menginsruksikan DPP PDI
Perjuangan untuk memberikan bantuan hukum kepada kader yang kesandung kasus ini.
Demikian juga dengan Partai Golkar. Partai beringin ini juga tengah menyiapkan tim hukumnya. “Alangkah apiknya bila kedua parpol papan atas itu mendesak KPK menuntaskan aktor intelektual di balik kasus Mirandage yang memalukan dan tercela itu,” pinta Febri.
Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso meminta agar KPK menuntaskan kasus travellers cheque ini. Tidak hanya penerima suap saja yang ditetapkan jadi tersangka tetapi juga harus pemberi uang suap ini. Reputasi KPK dipertaruhkan untuk menetapkan pemberi suap dalam kasus ini. "Ketika KPK belum menyentuh sumber semua aib ini yakni sang pemberi suap. Reputasinya menjadi taruhan," ujar Priyo, Rabu (1/9).
Walaupun dalam kasus ini ada 10 nama politisi Partai Golkar yang tersangkut dalam kasus ini, Priyo mengatakan tidak akan mengintervensi kinerja KPK. "Apa boleh buat, kita hormati. Saya kira ini posisi kami menunggu," ujarnya.
Memang, nuansa politis dibalik kasus ini tidak terelakan. Apalagi ini terkait dengan sikap politik PDI Perjuangan yang tidak kompromi dengan kasus skandal Bank Century. Apalagi Megawati berkali-kali menyampaikan sikapnya yang tidak kendor mengawal kasus skandal Century sampai tuntas. Megapun tidak akan membarter kasus ini dengan kasus skandal Century. “Kami tidak akan mengorbankan kehormatan partai. Kami menghormati proses hukum. Sekali lagi, kami tegaskan, tidak akan menukar kasus ini dengan kasus skandal Bank Century,” tegas putri proklamator RI ini.
Benarkan ada nuansa politik? Politisi PD, Achmad Mubarok membantah keras. "Ini bukan tukar guling kasus. Masalah travellers cheque ini murni kasus hukum. Terlalu murah harga bangsa ini kalau semua kasus dibarter," tegasnya.

Penyuap Dijerat
Meski mengapresiasi kerja KPK, politisi Senayan tetap berharap agar sang penyuap juga dijerat. Hingga saat ini, KPK sudah menjerat 30 anggota Komisi IX periode 1999-2004 sebagai tersangka, namun penyuapnya belum tersentuh. Tak heran, jika penetapan 26 anggota DPR periode 1999-2004 dianggap sebagai tragedi politik. "Kasus Mirandagate ini harus jadi entry point dewan untuk memperbaiki tata laksana, sistem dalam hal pengangkatan pejabat publik melalui DPR," pinta Ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman.
Mantan Anggota FPDI Perjuangan DPR, Agus Condro Prayitno, menyatakan, KPK harus menetapkan para pelaku aktif kasus suap pemilihan DGS BI. "KPK tidah hanya menetapkan penerima aktif dalam kasus itu namun perlu menetapkan penyandang dana atau pelaku aktif yang diduga dilakukan Ari Malang Yudo," katanya dalam pesan singkat kepada Requsitor.
Menurutnya, langkah yang dilakukan KPK dengan menetapkan 26 tersangka kasus BI
cukup bagus sebagai upaya memberikan terapi kejut untuk anggota DPR RI. "Terungkapnya kasus ini sebagai `warning` (peringatan) untuk teman anggota DPR agar tak berani menjual jabatan untuk kepentingan pribadi," katanya.
Ia mengatakan, penetapan dirinya sebagai tersangka kasus travel cek sebesar Rp 500 juta oleh KPK sudah disadari sejak awal. Hanya saja, katanya, dirinya terkejut atas keberanian KPK menetapkan 26 tersangka itu. "Ketika saya ditetapkan tersangka, saya tidak terkejut. Hanya
saja, kok begitu banyaknya KPK menetapkan tersangka dalam kasus suap itu," katanya.
Mestinya kata AGus KPK akan lebih elok jika penanganan kasus suap ini naik ke pemberi dan penyandang dana dan kemudian turun ke penerima pasif. "Kami justru heran kenapa seperti Emir Moeis dan Tjahyo Kumolo tidak masuk dalam daftar tersangka kasus itu, padahal saat pembagian dan pembahasan berlangsung di ruangannya yang saat itu dirinya menjabat ketua komisi," katanya.
Seharusnya ujar Presiden Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) H Jusuf Rizal KPK tidak hanya menetapkan 26 nama tersangka dari anggota DPR. Namun, KPK harus berani menetapkan Miranda sebagai tersangka karena diduga sebagai pelakunya atau penyandang dananya.
Untuk mengungkap dari mana awalnya cek itu diperoleh atau dibeli, pada Senin (06/09) lalu, KPK telah memeriksa bekas anak buah Nunun Nurbaetie, Ari Malangjudo yang dimintai tolong oleh Nunun untuk menyerahkan kantong-kantong berisi amplop berisikan cek pelawat ini.
Saat sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi beberapa waktu silam, Krisna Pribadi menyatakan, pembelian itu dilakukan pada 8 Juni 2004 atau hari yang sama dengan terpilihnya Miranda sebagai pejabat bank sentral itu di DPR. Krisna mengungkapkan hal itu di persidangan empat anggota Dewan sebelumnya.
Cek pelawat itu akhirnya dibagi-bagikan oleh Nunun melalui anak buahnya Arie Malang Judo kepada sejumlah anggota DPR setelah pemilihan berlangsung. “Saya pertama mengira yang membeli adalah Bank Artha Graha, namun ternyata di sana diketahui bahwa cek itu dipesan oleh PT First Mujur,” ujarnya.

Tidak Perlu Tunggu 
Kalangan DPR terus mendesak KPK segera menahan Miranda, tokoh Mirandagate yang dianggap sophistokratik. Untuk menahan Miranda kata Wakil Ketua Komisi III DPR Tjatur Sapto Edy , KPK tidak perlu menunggu berkas 26 tersangka baru diselesaikan. Sebab bukti yang mendukung sudah cukup, lebih cepat lebih baik karena indikasinya sudah banyak dikemukakan di publik.
Namun, Sapto mengingatkan agar dalam mengusut kasus ini, KPK harus adil dan sesuai logika hukum. Dalam kasus suap, tak perlu menunggu seluruh penerima suap menjadi tersangka baru kemudian menetapkan penyuapnya sebagai tersangka. "KPK dalam bekerja harus masuk akal yakni agar penyuapnya segera ditetapkan sebagai tersangka," katanya.
Sayangnya, permintaan DPR ini tidak digubris KPK. Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Mochamad Jasin berdalil , penetapan Miranda dan Nunun Nurbaetie tergantung pengembangan penyidikan 26 tersangka baru suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. "Tentu KPK menunggu hasil pengembangan penyidikan yang ada saat ini untuk menguatkan yang lainnya," katanya.
Pengamat politik FISIP UI, M Budiyatna mengaku heran dengan sikap KPK ini. Dalam kasus suap travellers cheque, jelas ada dua pihak yang berinteraksi yakni pemberi suap dan penerima suap. Sekarang, mereka yang diduga penerima suap sudah ditetapkan sebagai tersangka. Semestinya, hal yang sama juga diberlakukan bagi pemberi suapnya. "Saya menantang KPK, kapan Miranda ditetapkan sebagai tersangka? Tetapi inilah ironi direpublik ini, ada yang disuap, tetapi penyuapnya tidak juga ketangkap. Aneh bin ajaib hukum di negeri ini," sindirnya.
Kini, bola ada ditangan KPK. Jika memang serius membongkar kasus travellers cheque ini maka tidak ada jalan lain selain melalui Miranda.

Daftar Nama 26 tersangka baru kasus travellers cheque

PDI Perjuangan

1. Williem Tutuarima
2. Sutanto Pranoto
3. Agus Condro Prayitno
4. Muhammad Iqbal
5. Budiningsih
6. Poltak Sitorus
7. Max Moein
8. Matheos Pormes
9. Engelina Pattiasina
10. Suratal H W
11. Ni Luh Mariani Tirtasari
12. Panda Nababan
13. Rusman Lumban Toruan
14. Jeffrey Tongas Lumban


Fraksi Partai Golkar

1. Marthin Bria Seran
2. Antony Zeidra Abidin
3. Ahmad Hafiz Zawawi
4. Boby Suhardiman
5. Paskah Suzetta
6. Hengky Baramuli
7. Reza Kamarullah
8. Asep Ruchimat Sudjana
9. Azhar Muklis
10. TM Nurlif

Partai Persatuan Pembangunan
1.Daniel Tandjung
2.Sofyan Usman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar